Kemarin (8 Jan 2008) saya diundang hadir pada acara peluncuran buku baru seorang putera Batak kelahiran Siantar, CEO/Dirut Jiwasraya, aktivis gereja/kristen bro Herris B. Simanjuntak, 58 tahun di Financial Hall Room (2nd floor), Graha Niaga Sudirman, Jakarta. Seorang "beyond Batak" istilah dari penulis etos kerja Jansen Sinamo yang turut hadir, dengan seabreg gelar akademik dan profesi. Bukunya berjudul: "CEO Messages, 40 Nilai Kiat Sukses Perusahaan Unggul" (2008). Berangkat bukan saja dari teori, tapi dari pengalaman ybs selama puluhan tahun bergumul dalam perusahaan swasta dan bumn seperti Jasindo, Allianz dan Jiwasraya.
Menurut saya ke-40 nilai utama (core values) yang disodorkan bpk Herris bak "ensiklopedia nilai-nilai" , seperti nilai bersyukur, eksekusi, kepercayaan. ., kesederhanaan, penguasaan diri.., tanggung jawab dan spiritualitas, dll tidak ada satupun yang bertentangan dengan nilai kekristenan, biblical values. Namun, seperti yang disampaikannya bagaimana sekarang menginternalisasi ke-40 nilai utama terkait budaya orang Indonesia, perusahaan Indonesia pada umumnya, itulah yang menjadi masalah yang tidak gampang. Dari penelusuran saya terhadap buku ini, nyatanya memang sangat sedikit nama-nama orang Indonesia yang dikutip Bro Herris, ketimbang nama-nama beken dari dunia pertama (western).
Bahasan cukup menarik. Disitu ada hadir bro Adler Manurung pakar investasi & UKM, ada Eileen Rachman direktur Experd Consulting, Dr Budi W Soetjipto direktur LMFE UI dan masih banyak pakar-pakar lain termasuk halak kita, orang batak. Namun karena waktu yang sangat terbatas, bahasan menurut saya tidak bisa sampai menyentuh ke "kedalaman". Intinya, yang diinginkan adalah Indonesia tidak mau hanya jadi manusia kolektor nilai-nilai luhur, adi luhung semata.., sejak jaman Bung Karno sampai penataran P4, namun bagaimana sekarang harus bisa mengimplementasikan nilai2 utama spiritualitas tersebut sampai di aras sosial dan lingkungan. Kekhawatiran memang sempat muncul dari Dr Budi W Soetjipto dari UI terkait adanya hasil riset bahwa 'semakin spiritual seseorang atau satu kelompok/komunitas di negeri ini.., kecendrungan untuk melakukan pelanggaran baik di bidang etika, moral hukum dan keadilan, malah semakin besar. Pertanyaan baliknya, spiritual atau model beragama yang bagaimana yang dilakoni oleh Indonesia? Harus diperjuangkan terjadinya perubahaan riel: lakon gaya spiritual beragama yang sehat di masa ini.
Perubahan, adjustment transformatif budaya di Indonesia sudah jadi kebutuhan mendesak. Hakekat spiritualitas (keberagamaan) yang benar menjadi tuntutan masyarakat masa kini. Bukan saja budaya materialisme, dll yang harus diperangi. Tapi juga budaya munafik dan ketidak-tegasan ketidak terus-terangan dalam mengambil putusan dan pilihan.
Potret kemunafikan dan ketidak-tegasan "wajah Indonesia" sebenarnya telah sangat baik dipaparkan A. Slamet Widodo, penulis sastra kerakyatan seorang katolik asal Surakarta dalam buku-buku kumpulan puisi/sastra kerakyatannya seperti "Bernafas dalam Resesi" (2005) dan "Selingkuh" (2007).
Pilihan untuk melakukan perubahan menuju penerapa nilai2 utama (cultural change) sebenarnya cukup banyak. Mulai dari yang bercorak agresif (pemaksaan, 'kekerasan), konsiliatif cara damai tak dramatis, korosif (taktik dan proses politik) atau lewat cara indoktrintatif (pendidikan dan pelatihan) seperti yang terdapat di buku karangan bpk Herris ini. Tapi yang jadi pertanyaan 'bottom-line' nya, adalah mau tidaknya kita pada detik ini untuk berubah?
Mau melakukan perubahan. Memimpin perubahan!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my site, it is about the CresceNet, I hope you enjoy. The address is http://www.provedorcrescenet.com . A hug.
ReplyDelete