Sunday, January 6, 2008

Antara Tuntutan Hidup dan Panggilan Hidup. Bagaimana Menyikapinya?

Informasi dari Transforma Sarana Media (TSM/NW-12 edisi Jan 2008).

Antara Tuntutan Hidup dan Panggilan Hidup: Bagaimana Menyikapinya?
Quo Vadis Hidup Kehidupan Umat Kristen Anak Bangsa di Indonesia??


Banyak orang kristen di Indonesia dewasa ini yang telah mengalami anugerah karya keselamatan Allah dalam hidup mereka, dibaharui di dalam Dia, mengalami pergumulan yang sangat tidak mudah dalam menyikapi dua hal ini: Antara memenuhi tuntutan hidup dan atau panggilan hidup.

Hal Tuntutan Hidup.
Tuntutan hidup terkait berbagai upaya yang dilakukan umat kristen anak bangsa di Indonesia dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari bagi diri sendiri dan keluarga. Terkait utamanya kepada permasalahan ekonomi. Tuntutan mencari uang (making money, generating income). Situasi perekonomian yang semakin sulit konteks Indonesia (tantangan resesi), membuat orang Indonesia termasuk orang kristen anak bangsa makin sukar menyiasati masalah keuangannya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga saja sudah sulit, apalagi untuk memikirkan orang lain terkait dengan keuangan. Maka sering muncul di kalangan masyarakat termasuk orang kristen istilah-istilah di sekitar gaya hidup, seperti: "Lebih besar pasak dari tiang" (lebih besar pengeluaran sehari-hari, dari pada pendapatan). Ada banyak anekdot lain yang diketahui tentang hal ini.

Hal Panggilan Hidup, Visi Hidup.
Panggilan hidup, visi hidup terkait pada apa yang menjadi panggilan tugas dari seorang Kristen. Intinya panggilan untuk menjadi terang bagi bangsa, bagi sekitar. Menjadi garam dan terang dunia. Dalam konteks gereja, singkatnya bagaimana merealisasi panggilan tugas persekutuan (koinonia), diakonia (pelayanan) dan marturia (kesaksian, penginjilan). Di mana dalam menjalankan panggilan tugas ini, yang sangat dibutuhkan bukan saja yang terkait dengan bidang doa, theologia dan daya (SDM, ketrampilan, pemikiran) namun juga hal dana atau sokongan keuangan. Untuk yang terakhir ini, kristen yang telah mengalami anugerah Allah semestinya turut mendukung menyokong gereja, pekerjaan Tuhan dan sesama yang betul-betul membutuhkan dengan sokongan materi (uang). Baik itu lewat kolekte, persembahan, dana pembangunan gereja, dana misi, perpuluhan atau apapun namanya. Dan itu semua terkait dengan materi (uang). Hal yang menjadi persoalan yang menjadi pertanyaan dan pergumulan banyak jemaat, umat kristen pemimpin kristen, adalah bagaimana bisa menjalankan tugas panggilan hidup, visi hidup, menyokong tugas panggilan gereja/kekristenan. Sedangkan, untuk memenuhi tuntutan hidup kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah semakin tidak sanggup.

Kekurangan/kemiskinan materi dan pengaruhnya. Kemiskinan (ketidak-cukupan) materi, kemiskinan ekonomi yang banyak melanda orang kristen, keluarga-keluarga kristen khsusnya indigenous (pribumi) di Indonesia mengakibatkan jiwa mentalitas menjadi terganggu. Ada perasaan takut, minder rendah diri, tidak confidence dalam membina hubungan relasi. Relasi dengan tetangga, keluarga besar sanak-famili, dengan gereja dan rupa-rupa pelayanan persekutuan kristen dan pergaulan sosial lainnya di tengah masyarakat.

Arus budaya dewasa ini yang demikian besar mengancam!
Budaya konsumtif, konsumerisme, hedonis dan individualisme yang melanda Indonesia terutama karena pengaruh ekses negatif neo-kapitalisme korporatokrasi dan globalisasi a.l melalui iklan2 televisi dan media, maraknya mal-mal dan gaya hidup perkotaan kota besar, senyatanya telah membuat banyak rumah-tangga kristen dewasa ini mengalami banyak persoalan hidup serta pilihan pelik dalam keluarga, relasi suami-isteri, orang tua-anak, relasi dengan mertua/famili dlsb. Di sisi lain budaya materialisme yang sangat terasa dalam kehidupan komunal tradisi adat kekerabatan, mengakibatkan banyak rumah tangga kristen semakin terlilit berbagai permasalahan hidup.

Budaya konsumtif, konsumerisme, hedonis, individualisme (kepentingan diri, selfish, egoisme) dan materialisme seperti ini tidak tanggung-tanggung juga telah sangat mempengaruhi kehidupan gereja, persekutuan dan komunitas kristen. Banyak gereja seakan tidak sanggup lagi membendung arus besar dan deras budaya seperti ini. Sendi-sendi spiritual gereja semakin tergerus dan tergeroroti. Seakan arus kuat tuntutan budaya ini menjadi jauh lebih penting dan urgen dibandingkan segi kebenaran dan ajaran firman Tuhan, segi doa, puasa, ibadah berikut disiplin rohani lainnya. Melihat kondisi ini, sangat miris melihat kehidupan kebanyakan gereja dewasa ini khususnya di Indonesia. Hal ini bukan saja tampak di kota besar seperti Jakarta,

Jika saja kehidupan orang kristen, rumah tangga kristen secara agregat kolektif di negeri ini, tidak mengalami situasi kondisi riel miskin materi (keterpurukan ekonomi) atau hanya 'merasa' saja miskin materi (tidak pernah merasa cukup-cukup dalam hal materi), pasti kencangnya arus budaya seperti di atas, tidak harus menjadi masalah. Akan relatif lebih mudah mengikutinya. Namun, yang jadi masalah dan telah menjadi masalah pelik, apabila kristen banyak rumah-tangga kristen tidak bisa mengikutinya. Tidak bisa memenuhinya, walau sebenarnya barangkali mungkin saja ada keinginan untuk mengikuti "arus besar" ini. Maka hal ini akan menjadi semacam "bom waktu" yang sewaktu-waktu bisa meledak keluar dalam bentuk pelbagai pelampiasan dan perbuatan daging, perbuatan dosa di kala tak sanggup menahannya. Hasrat hati ingin dan rindu hidup bahagia (happiness), berkecukupan (prosperity, wealth) dan sehat (health), namun faktanya 'jauh dari panggang dari api'. Hidup berkekurangan. Pelampiasannya agar 'seakan' mampu mencapai hidup bahagia dan secara mental bisa 'senang', adalah keniscayaan melakukan tindak kriminalitas (mencuri, korupsi, memeras, pungli premanisme, menerima sogok, dsb) berikut penyimpangan-penyimpangan lainnya termasuk di bidang seksual: fedofilia, perselingkuhan, pemerkosaan, free-sex, homosexual, dll).

Kristen anak bangsa: hidup dalam zona aman atau zona tidak aman?
Umat kristen rumah tangga kristen anak bangsa yang berada dalam zona aman (meski prosentase jumlahnya di Indonesia faktanya relatif kecil) mungkin tidak akan banyak mengalami pergumulan keseharian seperti itu. Tapi, tidak demikian bagi mereka yang berada di zona tidak aman, 'zona rawan'. Di bawah ambang kecukupan materi ekonomi. Sudah bukan rahasia lagi, menurut berbagai penelusuran yang telah banyak dilakukan, justru lebih banyak prosentase jumlah kristen rumah tangga kristen yang mengalami masalah pelik seperti ini. Terutama adalah kristen rumah tangga kristen anak bangsa (indigenous) yang penulis jumpai tinggal di kota besar seperti Jakarta & Pulau Jawa; kota desa pegunungan dan pesisir Papua, Sumatera, Nias, Kalimantan maupun di NTT, Maluku atau banyak daerah di Sulawesi. Dari banyak penelitian, justru daerah-daerah kelurahan kecamatan kabupaten yang mayoritas penduduknya adalah umat kristen anak bangsa (indegenous) adalah merupakan daerah/kelurahan/kabupaten paling minus dan paling miskin secara ekonomi di seluruh Indonesia (data bisa dilihat pada data Susenas & BPS terakhir). Komunitas Christian_t-poor pernah memunculkan persoalan ini, terutama yang terjadi di NTT.

PR besar bagi umat pemimimpin influencer kristen indigenous lokal dan nasional.
Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemimpin-pemimpin dan influencers Kristen, baik pemimpin lokal maupun pemimpin nasional kristen, agar bagaimana menjawab tantangan pergumulan permasalahan pelik yang dialami banyak orang kristen rumah-tangga kristen terutama yang masyarakat indigenous di Indonesia. Menyikapi antara pentingnya memenuhi panggilan hidup, sekaligus bisa memenuhi tuntutan hidup sehari-hari (masalah "perut", mentalitas ekonomi).

Jangankan untuk mendorong orang kristen rumah-tangga kristen umat kristen pelayan kristen pendeta kristen secara agregat/kolektif untuk melihat keluar berpikir keluar. "Inside out" untuk berkontribusi bagi bangsa, bagi negara, bagi tugas panggilan hidup visi gereja dan kekristenan (koinonia, diakonia, penginjilan dan menjadi terang bagi bangsa). Untuk menyelesaikan persoalan intern, "outside in" di dalam saja menyangkut tuntutan hidup sehari-hari (keperluan ekonomi individu, keluarga, sanak-famili, gereja lokal) saja sudah sangat sulit.

Bagaimana Menyikapinya?

Menjadi suatu yang urgen menyikapi pergumulan besar: antara tuntutan hidup dan panggilan hidup. Sangat diperlukan saat ini!

Secara perspektif rohani, untuk menyikapi hal ini, pertama bisa dilakukan melalui pembinaan pengajaran mengenai pentingnya aktivasi iman. Pembinaan yang disampaikan lewat seminar, pembinaan iman, mimbar di gereja, persekutuan atau komunitas. Kedua, melalui pengajaran tentang pentingnya sikap selalu mengucap syukur dan 'menerima segala keadaan yang ada sejak masa lalu hingga sekarang' dalam kekurangan-kekurangan (termasuk hal materi). Ketiga, lewat pengajaran tentang 'hal memberi, mempersembahkan sesuatu' agar diberi diberkati oleh Tuhan. Berilah maka kamu akan diberi.

Namun, hal keempat, hal selanjutnya yang harus dilakukan guna menyikapi persoalan antara tuntutan hidup dan panggilan hidup adalah mengenai pentingnya secara bersama, secara kolektif, para anak Tuhan umat Kristen anak bangsa di Indonesia, dalam anugerah hikmat bijaksana Tuhan, duduk menyusun strategi bersama. Suatu "grand design" (strategi besar) bersama dari umat kristen pemimpin kristen baik lokal, daerah dan nasional, melakukan upaya transformasi besar secara sinkron di dalam tatanan pelayanan, organisasi, gereja, pendidikan dan kemasyarakatan kristen anak bangsa secara holistik. Transformasi rohani, sekaligus dibarengi dengan transformasi paradigma, sosial, ekonomi dan lingkungan.

Terus terang, ini membutuhkan bentuk kesadaran bersama. Resolusi bersama dari seluruh umat kristen pemimpin kristen anak bangsa di Indonesia bersama-sama dengan yang ada di luar negeri, untuk tidak lagi berpikir sempit hanya sebatas kepentingan gereja lokal (denominasi)nya sendiri, organisasinya sendiri atau komunitas ikatan primordialnya sendiri. Selama umat kristen pemimpin kristen di Indonesia masih berkutat hanya pada masalahnya sendiri kepentingannya sendiri, maka permasalahan besar yang dihadapi umat kristen di Indonesia secara keseluruhan tidak akan dapat terpecahkan, mendapat solusi strategis terobosannya yang pas dan efektif.

Sekarang, berapa banyak jumlah umat kristen pemimpin kristen anak bangsa di Indonesia baik lokal maupun nasional, dan juga di mana pun secara global, yang masih memiliki kesadaran dan tekad bersama untuk menyikapi antara tuntutan hidup dan panggilan hidup secara sosiologis korporat?? Seberapa banyak dari umat pemimpin kristen anak bangsa sendiri yang bersedia melepas atribut "kesementaraan", kepentingan sebatas individual diri sendiri, kedudukan atribut formal dan image-image lainnya. Demi tugas tanggung-jawab bersama yang lebih besar bagi perbaikan dan kebaikan seluruh umat kristen anak bangsa negeri ini?

Hanya umat kristen pemimpin kristen anak bangsa (indegenous) yang bisa menolong dirinya sendiri!
Ini menjadi pernyataan sekaligus tanda tanya besar bagi kita bersama terutama umat kristen pemimpin kristen anak bangsa di Indonesia dan di mana pun. Hanya mereka yang bisa menjawab. Karena hanya umat kristen pemimpin kristen anak bangsa sendiri yang dapat mengangkat harkat martabat kesejahteraan dari diri umat masyarakat kristen indegenousnya sendiri. Kita tidak bisa hanya ingin terus menerus sekedar meminta mengharapkan uluran bantuan pertolongan belas kasihan dari umat lainnya, hanya dari para donor, atau bahkan dari Pemerintah. Atau juga sekadar bantuan dan uluran tangan dari umat lainnya, umat beragama lain atau bangsa lain.

Satu keyakinan percaya kita. Jika hidup/kehidupan: kualitas dan jumlah umat kristen indegenous/anak bangsa secara agregat kolektif di Indonesia dapat diperbaiki, di samping tentu hal kedewasaan pendewasaan rohani namun juga perihal perbaikan ekonomi dan segi mentalitas, profesionalisme, keahlian entrepreneurial disertai integritas, dll(terkait persoalan tuntutan hidup dan panggilan hidup visi hidup). Maka meski pun jumlah prosentase umat kristen di Indonesia relatif kecil tidak besar -- diperkirakan besarnya lk. 10-12% --, maka bukan suatu yang mustahil atau musykil, sumbangsih umat kristen pemimpin kristen indegenous anak bangsa di Indonesia dan di mana pun akan sangat sangat besar bagi perbaikan peri kehidupan seluruh masyarakat bangsa dan negara Indonesia juga bisa diperbaiki dan dibangkitkan. Menjadi suatu bangsa yang terhormat, bermartabat dan lebih sejahtera di berbagai bidang kehidupan.

Kita meski yakin bahwa Tuhan pasti akan terus menolong dan memelihara kita: memberkati setiap upaya kita!
Meski kita tau dan menyadari, jalan untuk meretas kepada hal ini sangat tidak mudah. Mengingat pergumulan dan tantangan lain yang tidak kecil -- sangat sangat besar ---, sebut saja bahaya radikalisme agama internasional(terutama di kalangan Islam dan juga Kristen), terorisme dan budaya kekerasan, pluralisme agama, kejahatan trans nasional, dll. Kita masih meyakini serta percaya bahwa Tuhan Semesta Alam di dalam Kristus Yesus dan bimbingan perlindungan RohNya, dapat memampukan dan memberkati upaya kita bersama, --umat kristen pemimpin kristen anak bangsa di Indonesia --- untuk mengalami perbaikan-perbaikan yang signifikan khususnya di bidang spiritual (rohani) dan ekonomi sejak hari ini dan untuk masa-masa yang akan datang.

Maka melalui tulisan ini, berikutnya sangat dibutuhkan bersifat "segera": ide-ide konvergensi, masukan, saran doa, dukungan serta gagasan pemikiran solutif yang lugas tegas riel sekaligus transformasional dari kita sekalian, yang masih menyebut sebagai kristen indegenous anak bangsa Indonesia di mana pun.

Kiranya Kristus Tuhan tetap menolong kita dan mencerahkan hati dan pikiran kita bersama. Terpujilah Tuhan!!

No comments:

Post a Comment

Foto udara Pulau Alor NTT

Foto udara Pulau Alor NTT
Photo, 2007