Sunday, June 28, 2020

Menjadi Manusia Imago Dei 👥

Kajian Alkitab di Masa Covid.
28 Mei 2020.

Setiap orang pribadi yang suka membaca Alkitab, merenungkan dan jadi pelaku Firman, sesungguhnya merindukan mendapat anugerah kehidupan menjadi manusia Imago Dei.

Apakah  manusia Imago Dei itu?

Tidak lain adalah manusia yang telah diciptakan Tuhan menurut gambar dan rupa Allah.

Kej 1:26-27 (TB) 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."

Menurut gambar dan rupa Allah, berarti pula menjadi peniru rupa dan gambar Allah.

Apa yang terkandung dalam pengertian gambar dan rupa Allah sebenarnya?

Umumnya pengkaji Alkitab, khususnya kitab Genesis (kitab Kejadian), sepakat bahwa ada sedikitnya 3 komponen yang dikandung dalam pengertian gambar dan rupa Allah (Imago Dei).

(1) Manusia itu miliki yang disebut , dignitas (harkat martabat harga diri)
(2) Ia memiliki ekualitas (kesetaraan antar sesamanya)
(3) Punya responsibilitas (tanggung jawab terhadap Allah, sesamanya dan alam ciptaan).

Ke-3 komponen diatas membangun hati nurani kesadaran yang murni, ketaatan, rasa malu sejati, andai sampai tak mentaati kehendak dan hukum2 Allah.

Maksud tujuannya adalah agar manusia imago Dei dapat melaksanakan amanat penatalayanan alam dengan baik, benar dan bertanggung jawab.

Nah , satu saja manusia tak miliki salah satu dari 3 komponen diatas, maka manusia tak lagi bisa disebut manusia Imago Dei.

Kejatuhan manusia dalam  dosa (sejak zaman Adam, Kej. 3) membawa resiko manusia alami kemerosotan 3 komponen diatas.

Dignitas merosot. Hanya menjadi "gengsi"* semata, tanpa harkat martabat yang dikenan oleh Allah.

Spirit ekualitas merosot.
Menjadi mindset membeda2kan, menyekat-nyekat. Inequality sesamanya menurut ukuran2 yang disukainya sendiri. Satu terhadap yang lain merasa lebih kuat berkuasa. Rasa paling benar, berstatus sosial lebih tinggi, lebih hebat, lebih kaya, dst.

Responsibilitas merosot jadi sikap yang sekedar hanya merespon. Menanggapi biasa; Kadang lebih banyak menghindari (ngeles) dengan menyalahi pihak lain. Berkilah. Mencari kambing hitam, dsjsnya. Sikap perbuatan lack of responsiblity. Irresponsible.

Hati nurani kesadaran menjadi tak murni. Semakin tumpul (tak peka); Rasa malu pun mengalami kemerosotan signifikan.

Melalui panggilan dan covenant sejak di awal (Adam, Kej 3: 15). Hingga klimaks  pamuncaknya di karya penebusan Kristus. Maka kejatuhan manusia ditebus, telah dibayar lunas.

Percaya dan menerima panggilan, covenant dan karya klimaks Kristus di kayu Salib memungkinkan manusia kembali miliki anugerah kehidupan.  Menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei).

Tanpa percaya dan menerima hal ini, manusia hanya bisa punya gengsi, namun tanpa pernah punya rasa malu sejati;  tanpa peluang dapat miliki kembali proses menuju kepemilikan dignitas, nurani kesadaran murni.

Manusia hanya punya mindset menyekat-nyekat, membeda2kan manusia belaka. Tanpa bisa peroleh kembali proses menuju kepemilikan spirit ekualitas sesungguhnya._

Demikian juga dalam kaitan dengan responsibilitas. Manusia sepanjang sejarah hanya bisa merespon semata.  Sukanya ngeles, mencari kambing hitam.

Atau mengambil tanggung jawab lewat perbuatan ekstrim dan cara keliru.

Berbahagialah Kristiani anak2 Tuhan, pembaca perenung pelaku Firman yang karena anugerah Allah, telah dimungkinkan miliki hidup kembali menurut gambar dan rupa Allah (imago Dei).


Hans Midas Simanjuntak.

No comments:

Post a Comment

Foto udara Pulau Alor NTT

Foto udara Pulau Alor NTT
Photo, 2007