Tulisan saya ini menanggapi artikel Bro Victor Silaen di milist DH sudah termuat di Harian Mitra Bangsa edisi Juli 2007 di bawah judul "Solusi PDS yang Terbelah".
Sekali lagi, PDS semakin terpuruk (lebih tepat mungkin juga 'diterpurukkan'). Ratingnya sudah turun jauh. Sebagai salah satu orpol, semkain tidak cukup menarik, tidak cukup atraktif untuk ditelisik dan diperbincangkan. Mereka yang dalam dunia pemasaran bilang, dari segi 'brand', 'brand image' sudah jatuh.
Bagaimana solusi untuk 'brand' yang sudah terpuruk. Perlu lama sekali untuk memperbaikinya. Secara teori, perlu 5-6 tahun untuk recover. Itu pun mungkin harus dengan berbagai upaya yang tak kunjung lelah. Secara taktis pemasaran, rubah merek, rubah brand, agar brand image naik.
Tapi lebih mendasar dari sekadar 'politik merk' atau 'brand politics' adalah menyangkut cara pandang. Apakah masih cocok untuk masa dulu hingga sekarang, menjadikan faktor agama basis agama dan primordialisme sebagai komoditas politik dan kendaraan berpolitik di tanah air? Apakah orang Kristen bahkan bangsa ini sudah siap dalam 'segala sesuatunya' untuk berpolitik melalui cara menjadikan agama dan primordialisme sebagai basisnya?
Coba saja liat PAS di Malaysia bagaimana? Lantas kita meliat PKS di sini. Apakah ada jaminan PKS akan berjaya dan melenggang lebih jauh? Akan mampu melenggang sampai sejauh mana? Kita akan liat sama-sama.
Partai Demokrat Kristen Jerman. Banyak pendeta kristen dan politisi kristen kita menyebut kenapa Jerman bisa, kita ngga bisa. Jerman itu bangsa, negara yang seperti bagaimana? Apakah sudah cukup 'worthieth' keadaan kondisi, budaya dan peradaban Jerman disamakan dengan peradaban kita yang ada di sini. Mimpi niscaya boleh.
Agama, etnik, primordialisme dst boleh boleh saja menurut saya menjadi salah satu tema bahkan 'basis' politik. Namun, agar dapat berlangsung dalam damai dan suasana fairnes dan penuh peradaban, banyak sekali mensyaratkan hal2 yang mesti dipenuhi oleh seluruh pemain yang ingin bergerak dalam kancah politik agama dan primordialisme ini.
Membangun konsensus dan unity menjadi keharusan. Seluruh sistem kepartaian dan penegakkan (compliance) hukum publik harus ada dalam tatanan demokratis. Faktor kesejahteraan juga sangat menentukan, termasuk soal aturan2 pemberlakuan pendirian partai dan transparansi penggalangan dana partai.
Keprihatinan kita dan rasa malu kita juga 'halak kita' dan 'kalangan pendeta' terlalu mudah untuk beradu dan dibuat beradu (dibuat terpuruk), ujung2nya bukan karena ingin menjalankan misi namun nyata sangat nyata karena hausnya untuk syndrom ingin berkuasa dan mencari jalan pintas yang paling pragmatis di tengah galaunya situasi sekarang.
Namun saya masih bersyukur dan masih tetap percaya, bahwa tidak atau belum semua 'halak kita' dan tidak semua 'kalangan pendeta' yang mau terlalu gampang tergoda bernafsu untuk ber-main2 dalam permainan2, cerita (story) yang sama sekali tidak menarik dan tidak indah untuk dikenang.
Lain kali saya yakin 'halak kita' dan 'kalangan pendeta' termasuk yang muda2 tidak mau asal dianggap orang pintar tapi ternyata 'tidak pandai'. Masih mudah untuk 'diojok-ojok' oleh tangan2 atau pihak2 yang tidak keliatan.
Siapa tangan2 atau pihak2 yang tidak keliatan. Dari beberapa pandangan dan parodi2 yang berhasil saya kumpulkan di lapangan, yang tidak keliatan kemungkinannya antara lain adalah dari:
- Kalangan militer yang semakin merasa post power syndrome tidak lagi banyak mendapat 'bagian kekuasaan' paska reformasi;
- Kalangan2 aktivis politisi2 dan mereka yang terjun sekarang namun lahir, tumbuh dan berkembang pada waktu yang lalu di masa2 Perang Dingin (AS-Soviet-RRC) tahun 1940-awal 1950an (habitnya mau gontok2an melulu.., dualisme kepemimpinan melulu.. he he).
- Kalangan mereka yang coba2, 'kutu loncat', bosan di satu bidang pengabdian lalu meloncat, bukan "passing over' atau proses ekstensi pengabdian secara benar, ke bidang politik..., ya kendaraannya adalah parpol seperti PDS ini.
- Kalangan kaum ambisius namun "sewot" dengan keadaan yang berlangsung di tanah air paska reformasi. Namun tidak dibarengi kemampuan, legitimasi dukungan yang luas dan pro kepada masyarakat riel di bawah yang sedang mengalami kesulitan dan penderitaan.
Solusinya yach.. rubah merek atau bangun Kekristenan kembali kepada semangat inti Injil damai sejahtera, bangun Kekristenan secara kultural kebangsaan moral ethos budaya disiplin seni keadilan sosial dan profesional excellent; jangan nafsu2 ikut2an arus dunia jalan pintas cari ketenaran kekuasaan pengaruh keliru bikin-bikin partai..
Jadinya partai2 dibikin partai2 kelas warungan.
Salam keprihatinan sekali lagi,
Hans Midas Simanjuntak (HMS) :)
Sunday, July 29, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment