Melihat keadaan perkembangan sekarang, termasuk yang berlangsung di tanah air, saya memiliki keyakinan teologi liberal atau disebut juga teologi modern (modernisme) akan roboh dan semakin usang (obsolit). Dasar sederhana dari pemikiran liberal kalau boleh dibilang adalah rasio adalah segalanya, tak perlulah mengandalkan iman, iman yang berharap pada Tuhan mengandalkan Tuhan sebagaimana yang Alkitab bilang.
Syahdan, kalau masih ada gereja atau teolog gereja yang masih menganut pandangan teologi liberal, teologi modern, di mana hanya mengandalkan aspek rasio semata sebagai "yang segalanya" atau "maha segalanya" maka bisa dipastikan dia akan tertinggal dan obsolit. Meski pun, hemat saya para pemikir modernisme, theolog modern liberal, liberal theolgies (bentuk jamak) tentu tidak akan tinggal diam, akan berupaya "lirak-lirik" mata menyiasati keadaan, kemana akan melakukan percampuran2 (sinkretis), "kemitraan" bahkan pembauran, agar bisa tetap eksis di tengah jaman.
Buktinya apa teologi modern akan obsolit, kalau tidak mau merubah pola strategi berteologia?
Mungkin hal ini. Kenapa sampai ada muncul pemikiran postmodern? ada muncul teologi postmo yang kerap disebut "negative theology"? Selain itu muncul "liberation theology" pertama di Amerika Latin, lalu "social-theology" yang sekarang mulai banyak dipelajari oleh kalangan teolog2 muda kita disini. Belum lagi bangkitnya spiritualisme, new-age movement, aliran2 kepercayaan hibrid Barat-Timur, bentuk2 "iman" (pakai tanda kutip) spiritualisme dari yang berbentuk paling primitive sampai ditengarai yang "paling canggih" termasuk di negeri ini. Fenomena2 supranatural, adikodrati yang sering kita liat di media. Itu kan bisa disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisme, teologi modern, teologi liberal yang hanya mengandalkan rasionalisme dalam memaknai jaman.
Pemikiran islam pun ditengarai kini sudah beranjak.
Tidak meliat jalan keluar hanya dari ilmu pengetahuan, dari sains, dari filsafat, dalam hal ini filsafat modern. Seperti pemikiran Imam Gazhali, yang sempat dikutip Bro Andry, dari warta JIL, awas knowledge, awas sains, awas filsafat!
Arus jaman sekarang memang mungkin telah berubah arah bandulnya. Bandul post mo! Serba relativitas. Ini yang sebenarnya, menurut saya, jauh lebih berbahaya. Halus "mainnya", tetapi sangat mematikan. Seperti kodok dalam ceret air yang terpanasi dipanasi dari bawah, yang tidak sadar makin lama air makin panas lalu mematikan dirinya dalam panci secara pelan-pelan.
So, yang dihadapi kita, oleh jemaat warga jemaat pemimpin jemaat oleh Gereja Tuhan kekristenan, yang mau sehat dan berimbang dalam ajaran..dalam teachings, kini tidak "sekadar" menghadapi bahaya tantangan teologi liberal yang berbasis rasionalisme bablas dan "rekayasa" sejarah, tetapi pemikiran postmo, negative theology, new age, pluralisme agama, yang serba merelativekan dan menyamaratakan prinsip, ajaran dan teachings.
Pemikiran postmo bila ingin disederhanakan, merupakan pemikiran intelektual era sekarang yang awalnya diretas oleh pemikir2 Perancis seperti Derrida, Foucault dll, yang meyakini intinya bahwa di dunia ini ngga ada kebenaran yang bersifat mutlak, sebagaimana sering diyakini oleh kristen khususnya yang orthodox-tradisiona l konservatif bahwa kebenaran mutlak ada pada TUHAN dan Alkitab memiliki kewibawaan tertinggi sebagai sumber Kebenaran (mutlak). Semua kebenaran adalah bersifat relatif. Semua orang boleh ngomong tentang kebenaran, begitulah kira2.
Sedangkan negative theology adalah bangunan konstruksi teologi yang berupaya menumbangkan asas pemikiran dan gerakan relijius positivisme dari August Comte dkk, dan berupaya membangun pemikiran teologis alternatif. Positivisme kita tau adalah asas2 yang hanya menerima pengetahuan atau teori2 yang didasarkan pada bukti evidensi yang bisa diamati.
Lalu, apa Spiritualisme? Bila disederhanakn, spiritualisme merupakan bentuk lebih modern dari spiritisme, yang antara lain meyakini bahwa roh2 orang sudah mati dan roh2 lainnya dapat berinteraksi dan kadang berkomunikasi dengan orang hidup. Dan seterusnya. Spiritualisme semakin berkembang melalui percampuran (hybrid, sincretism) antara kepercayaan2 tradisional Afrika, Amerika, Asia dll dengan kekristenan umum khususnya katolikisme. Banyaklah variasinya, seperti banyaknya group milist yang kini muncul di internet membahas hal ini lebih jauh.
Nah..bagaimana kira2 solusinya? Menurut saya, Gereja Tuhan kekristenan seperti di atas harus kembali menjadi fundamental dan radiks radikal (berakar) dalam Firman, orthodoxy dalam biblika (Alkitab), namun "sesegeranya" comprehensive, dewasa utuh dalam cara pandang dan dalam menyiasati tanda-tanda jaman. Comprehensive in orthodoxy, be orthodox in comprehensiveness. Itu mungkin jawaban bagi Gereja dan kekristenan sekarang.
Mampu memilah-milah, sampai sejauh mana kita boleh berpikiran merdeka namun ada batas (teori pembatasan). Sampai sejauh mana kita bisa mengurai dan menelisik tradisi dan "paradaton" kita, namun tetap ada batas. Demikian juga dalam menyikapi seluruh fenomena sosial dan sosialisme yang berkembang (termasuk teologi sosial), fenomena karismatik dan kajili (karismatik injili) pengaruh dari Korea, Brasil dll di sini; dan fenomena spiritualisme di mana itu juga perlu ada batasnya.
Termasuk menyikapi fenomena sampai seberapa jauh dan saat mana timingnya yang tepat, kita boleh menunjukkan singularitas dan kekhasan kita di tengah-tengah inklusivitas masyarakat yang sedang dikembangkan disini. Terutama oleh gagasan alm Noercholis Madjid dan saudara2 dari Paramadina, demokrasi terbuka ala Gus Dur dan pandangan rekan2 Jaringan Islam Liberal (JIL), dengan tanpa menafikan fenomena radikalisme fundamentalisme yang menurut saya "keliru" serta gerakan khilafah dan penerapan syariah lainnya yang masih saja diperjuangkan oleh sebagian kelompok agama mayoritas.
Beginilah pergumulan yang sedang dihadapi. Memang inilah fakta keadaannya dan yang menjadi tantangan besar dan kompleks yang sedang kita hadapi sekarang. Bukan saja untuk urusan kedalam terkait persoalan internal Gereja kekristenan dan society Kristen, tapi juga urusan keluar di tengah2 masyarakat inklusif dan cendrung semakin menganut pluralisme agama dan kepercayaan, yang bergerak dengan cepat ini.
Salam,
Hans Midas Simanjuntak (:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment