"Selamat Datang, Semangat Baru (Yeh. 36: 26)". Demikianlah tema yang diangkat oleh Panitia untuk Event Kebaktian Awal Tahun Ajaran (KATA) 2007/2008 Civitas PMK-IPB Bogor, yang berlangsung di Aula Auditorium Thoyib Faperta IPB Dramaga Bogor pada tanggal 16 September 2007 lalu.
Dihadiri oleh lk. 800 orang yang terdiri dari para mahasiswa/i kristen IPB Bogor, dari angkatan 41 sd angkatan 44 yang baru masuk IPB tahun 2007 ini. Juga hadir para dosen kristen IPB, seperti Dr Togu Manurung dan isteri (Fahutan), Dr James Panjaitan (Faperikan), Dr Rilus dan isteri (Faperikan)dan Ibu Ir Endah Palupi Murdiyarso MS isteri dari Prof Dr Ir Murdiyarso selaku pembina PMK-IPB Bogor. Tampak pula para karyawan kristen IPB.
Bpk Hans Midas Simanjuntak, Ir MM (MCS), yang diundang sebagai Pembicara yang melayankan Firman Tuhan pada Kebaktian "KATA" itu mengambil dasar nats dari Yehezkiel 36: 24-26.
Intisari khotbahnya adalah:
1. Bahwa semangat baru yang diperoleh orang percaya anak Tuhan itu adalah berasal dari TUHAN, yang menaruh RohNya dalam intuisi hati mereka.
2. Roh TUHAN dalam intuisi hati orang percaya yang berkarya memberi kecerdasan spiritual, intelektual dan daya juang ketekunan sehingga buah karya kehidupan dapat dirasakan bukan saja oleh diri sendiri tapi oleh lingkungan sekeliling. Biarlah event ini menjadi momentum baru untuk pembaharuan spiritual, intelektual dan daya juang ketekunan.
3. Bagi mahasiswa, buah karya kehidupan itu adalah prestasi akademik yang dapat dipertanggung-jawabkan; sikap perkataan perbuatan dan perilaku yang baik dan benar demi kesaksian yang hidup di kampus, keluarga dan masyarakat.
4. Agar kesaksian efektif, hidup orang percaya mesti memiliki iman dan ketaatan yang hidup terhadap Firman Tuhan; memelihara kejernihan hati dijauhkan dari hati yang keras dan memberontak; dan dua jenis doa yang sangat dibenci Tuhan: kenajisan (filthiness) dan kecendrungan untuk memberhalakan sesuatu yang bukan Allah (idolatery).
5. Kesatuan tubuh Kristus dalam derap kesaksian bersama selaku orang percaya anak Tuhan yang ada di kampus IPB dan kota Bogor, sangat urgen tercipta. Tujuannya agar efektifitas kesaksian positif kristen dapat semakin luas dirasakan pengaruhnya.
Event KATA ini juga dimeriahkan dengan pagelaran Teater dari GKI Pengadilan Bogor, Paduan Suara Civitas mahasiswa kristen IPB, persembahan puisi dari seorang mahasiswi baru Angkatan 44 dan mata acara lainnya. Acara yang berlangsung mulai pukul 17:30 berakhir pada jam 21:00 malam waktu Dramaga Bogor.
Just for the glory of Jesus!
Sunday, September 16, 2007
Wednesday, September 12, 2007
Sekitar Puasa: Puasa Orang Kristen.
Puasa Orang Kristen
by Hans Midas Simanjuntak.
Latar belakang
Pertanyaan mengenai dasar & makna serta kapan berpuasa bagi orang Kristen secara praktis berdasar cara pandang dan perspektif Kristen (Christian worldview) banyak disampaikan pada saya terutama di/dari berbagai daerah. Mungkin terkait ibadah yang sedang dimulai oleh saudara2 kita Muslim. Adakah orang Kristen, juga (urgen dan penting) melakukan ibadah Puasa dalam kehidupannya.
Syukur hal-hal ini ditanyakan menandakan spiritualitas Kristen menunjukkan keniscayaan untuk bertumbuh, adanya kesadaran dan kebangkitan spiritualitas Kristen di tengah kerutinan hidup, "kehampaan" hidup. Kerinduan melakukan pendisiplinan rohani (spiritual discipline) dalam hubungan pribadi dengan Tuhan (HPDT), hubungan dengan sesama dan lingkungan (environment) ; dalam rangka pembentukan pemantapan spiritualitas Kristen yang hakiki.
Memang, cara pandang Kristen tepatnya cara pandang Ilahi perihal berpuasa memiliki nilai khusus dan mungkin cara pandang yang berbeda dengan fenomena umum yang sering kita lihat. Tidak ada salahnya, kita pelajari puasa dalam perspektif Kristen ©¤ lalu tentunya kita imani, praktekkan, nikmati dan hidupi bersama menjadikan hidup Kristen kita limpah dengan kekayaan berkat-berkat rohani (Ef. 1: 1-3).
Tujuh (7) dasar dan makna puasa bagi orang Kristen didasarkan cara pandang atau perpektif Kristen:
1) Puasa adalah satu bentuk latihan rohani orang Kristen yang bersifat teosentris. Tujuannya melatih iman, kesetiaan dan sikap harap hanya pada Tuhan. Memusatkan diri pada Tuhan (God¡¯s center). Umumnya dilakukan bareng dengan doa, (Dan. 9: 3, Ezra 8: 23), pengakuan (confession) 1 Sam 7:6; Neh 9: 1-2, sikap prihatin-berkabung dan mencari Tuhan (Yoel 2: 12) dan merendahkan diri (Ul. 19: 18; Neh 9:1). Doa menjadi lebih khusyuk dan cendrung serius dibarengi puasa, manakala badan haus dan lapar dan sementara waktu tidak makan yang enak-enak dan menikmati yang nyaman-nyaman bagi badan. Puasa sejatinya melatih orang Kristen memiliki pendengaran rohani yang lebih peka kepada kebenaran Firman Tuhan. Iman menjadi lebih kuat dengan topangan berpuasa sehingga menghasilkan kuasa rohani yang bersumber dari Tuhan dan firmanNya.
2) Puasa hakekatnya adalah kegiatan yang bersifat personal, pribadi orang Kristen terhadap Allah Trinitas (Zak 7: 5; Mat 6: 18), bukan untuk trend konsumsi publik. Tidak untuk dipamerkan apalagi diumumkan ke orang (Mat. 6: 16-18) sehingga secara sengaja atau tidak, orang lain jadi tahu bahwa kita puasa.
3) Puasa bagi orang Kristen bukan sekedar kegiatan untuk memenuhi syarat ritual agamawi semata yang "lepas" atau terpisah dari kesaksian hidup riel seseorang sehari-harinya. Selain tidak makan dan tidak minum di hari puasa, perilaku orang Kristen sehari-harinya harus selaras dengan tujuan puasa itu sendiri ©¤ perilaku yang fair/adil tidak curang atau mencurangi, memiliki nurani membela mereka yang menderita kelaliman, tertindas, teraniaya dan kuk perhambaan (Yes. 58: 6-7). Punya nurani untuk membagi kelebihan bagi orang yang lapar, memberi tumpangan bagi orang miskin - tuna wisma, mereka yang telanjang dan sudi menolong saudara yang patut ditolong dengan cara dan waktu yang berkenan pada Tuhan (Yes. 58: 3-5).
4) Puasa konsekuensinya tidak boleh dijalankan orang Kristen dengan pura-pura, sekedar untuk menjadi topeng atau "tampak luar" agar dilihat orang suci, "tidak rusak-rusak amat", dapat dihargai dan saleh, penuh kemunafikan apalagi dengan main-main sekedar ikut-ikutan (Yes. 58: 3-5, Mat. 6: 16, Luk 18: 12, Yer 14: 12). Puasa bukan seperti yang dilakukan oleh para tua-tua dan pemuka Jizreel (1 Raja2 21: 12), Ahab (1 Raja2 21: 17) atau orang-orang Farisi (Mark 2: 18; Luk 18:2) melainkan puasa yang dijalankan secara "silent" (diam-diam) dan serius oleh Yesus seorang diri di padang gurun (Mat 4:2), Musa (Kel. 34: 28), Elia (1 Raja2 19:8), Daniel (Dan. 9:3), Daud (2 Sam 12: 16), Nehemia (Neh 1:4), Para Rasul (2 Kor 6:5) dan orang Kristen mula-mula(Kis13: 2).
5) Puasa melatih kerendahan hati (Mz. 35: 13). Menambah keikhlasan orang Kristen untuk melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan serta sikap melayani sesama lebih muncul dari dalam hati sanubari. Semakin orang Kristen berpuasa tidak akan membuatnya jadi sombong atau "sok rohani" atau "sok beribadah". Rasa solidaritas sosial kita terutama terhadap mereka yang berkekurangan semakin bertambah dengan makin seringnya kita berpuasa.
6) Puasa melatih orang Kristen memiliki hati yang makin murni, tulus, menjauhkan dari niat-niat, imajinasi, obsesi yang keliru dan tidak baik; menyucikan hati kita di hadapan Tuhan (Mz. 69: 11). Puasa tidak bisa menyelamatkan orang dari dosa untuk masuk Sorga karena yang bisa melakukan hanya anugerah pengorbanan darah Kristus di kayu salib, ©¤ sola gratia, sola fide ©¤ (Ef. 2: 8-9; Yoh. 3: 16; 1 Yoh. 5: 11-12); tetapi puasa bisa berperan melatih hati menjadi tidak semakin licik, licin dan bulus di hadapan Tuhan dan terhadap orang lain.
7) Bilapun ada puasa yang dijalankan orang Kristen secara massal, secara beramai-ramai sekaligus (puasa umat, puasa bangsa), maka puasa tersebut dijalankan secara spontan oleh karena penyesalan dan keprihatinan bersama yang mendalam (dari dalam hati sanubari) karena persoalan besar yang dihadapi bersama. Seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Israel (Hak 20: 26; Ezra 8: 21; Ester 4:3, 16; Yer 36:9); orang-orang Yabesy-Gilead (1 Sam 31: 13) dan orang-orang Niniwe di jaman Yunus (:Yun 3: 5-8).
Bukan sekadar rekayasa oleh pihak yang lebih berkuasa, berkat didorong, dipaksa, dimobilisasi dengan kekerasan oleh satu ketentuan, hukum atau undang-undang ©¤ yang membuat orang menjadi takut menderita hukuman sekarang dan nanti ©¤ tetapi muncul dari benak kesadaran dan nurani yang tulus untuk melakukan puasa bersama. Dengan demikian puasa bersama atau puasa massal ini tetap menjunjung tinggi hak pribadi seseorang untuk mau menjalankan kegiatan tsb atau tidak di hadapan Allah
Trinitas.
Kapan sebaiknya orang Kristen melakukan puasa?
1. Puasa bagi orang Kristen pada dasarnya tidak di-organize lagi pada hari atau bulan tertentu. Tergantung kepada kapan tergeraknya berdasar 7 (tujuh) dasar & makna puasa di atas. Jika kamu berpuasa¡., kata Yesus (Mat. 6). Artinya jika kamu (tergerak) untuk berpuasa¡ dst.
2. Jika pun mau di-organize, orang Kristen paling tidak bisa melakukan puasa penuh sedikitnya satu kali tiap tahunnya dalam rangka penggenapan Taurat seperti Yesus, yakni pada hari yang disebut Hari Pendamaian. Karena basis Kekristenan PB adalah PL termasuk Taurat; dan kita ketahui Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan menggenapinya; maka bagi orang Kristen sama halnya dengan Yesus dan bangsa Israel/orang Yahudi pada umumnya, seyogianya melakukan puasa penuh (24 jam) paling minimal satu kali dalam setahun, yaitu pada hari Pendamaian (Atonement day ©¤ 7 bulan 10 hari setelah Paskah). Dimulai dari matahari terbenam sampai matahari terbenam hari berikutnya. Imamat 23: 26-32.
3. Waktu atau masa-masa puasa lainnya seyogianya dilakukan orang Kristen di saat hati tergerak atau terbeban dan ada niat yang muncul keluar ¨C tentunya berdasar ke tujuh dasar, prinsip & makna puasa seperti diuraikan di atas.
Di Alkitab paling tidak ada tujuh (7) masa atau waktu yang baik bagi orang Kristen untuk melakukan puasa secara benar:
(1) Waktu di mana orang Kristen meyakini/merasakan bahwa telah terjadi hukuman Allah oleh karena kekeliruan kita atau dosa kita secara korporat sebagai manusia atau bangsa (Yoel 1: 14; 2: 12)
(2) Masa di mana sekeliling kita termasuk kita mengalami masalah-masalah atau pergumulan2 yang pelik, malapetaka, krisis2 yang tak kunjung selesai, terpuruk (2 Sam 1: 12)
(3) Waktu di mana terjadi penderitaan yang mendalam di tengah-tengah persekutuan jemaat (Luk 5: 33-35);
(4) Waktu di mana kita merasakan penderitaan orang-orang lain yang sangat berat (Mz 35: 13; Dan 6: 19)
(5) Masa di mana penderitaan atau kesusahan2 menimpa pribadi kita dan keluarga (2 Sam 12:16)
(6) Masa dimana bahaya, pengekangan, penganiayaan (persecution) kerap dan berkali-kali mengancam (Ester 4: 16)
(7) Saat ada hamba-hamba Tuhan, pelayan jemaat, pemimpin-pemimpin Kristen yang dilantik atau ditahbiskan dalam otoritas Ilahi (Kis 13: 3; 14: 23).
Tujuh (7) janji Allah untuk orang Kristen percaya yang berpuasa dengan benar.
Setiap disiplin atau latihan rohani Kristiani yang dijalankan dengan benar pasti mengandung janji. Jika orang Kristen percaya melakukan puasa dengan benar sesuai dengan tujuh dasar & makna puasa seperti di atas, pun akan mengandung janji. Yang tercatat dalam Alkitab, paling tidak janji-janji berikut ini:
1) Orang Kristen menjadi terang. Luka-luka pulih. Penuh dengan kebenaran dan kemuliaan Allah yang mengelilingi (Yes 58: 8)
2) Memperoleh jawaban Tuhan dan "berjumpa" dengan Tuhan. Terang terbit di tengah kegelapan dan kegelapan menjadi rembang tengah hari (Yes. 58: 9-10).
3) Tuntunan Tuhan nyata di tanah yang kering, kekuatan diperbaharui, tidak dikecewakan Allah (Yes 58: 11)
4) Orang Kristen menjadi orang Kristen yang membangun format yang benar2 baru yang lama sebelumnya belum ada (Yes 58a)
5) Orang Kristen banyak melakukan karya perbaikan (improvement) terbaik, kerusakan system diperbaiki (Yes 58: 12b)
6) Kebahagiaan, kesenangan dalam Tuhan, getting to the top, berkemenangan, diberi makan sendiri oleh Tuhan (Yes 58: 14).
7) Menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Sorga (Mat. 5: 18)
Sekian ulasan saya mengenai puasa orang Kristen. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita.
Tuhan kiranya memberkati orang2 Kristen yang mengambil langkah tak hanya lutut yang berdoa, namun berdoa dan berpuasa.
Soli deo Gloria!
Hans Midas Simanjuntak (HMS)(:
Chika Silitonga" wrote:
Tulisan ini menurut saya sangat baik dan menambah wawasan iman kita. Bukan ditulis oleh saya (nama penulis ada di atas) tapi saya ingin membagi dengan saudara semua, enjoy and God Bless!
Regards,
Helene Fransisca (chika) Silitonga
PT Malacca Elab
"We can do no great things - only small things with great love." Mother Teresa (1910-1997).
by Hans Midas Simanjuntak.
Latar belakang
Pertanyaan mengenai dasar & makna serta kapan berpuasa bagi orang Kristen secara praktis berdasar cara pandang dan perspektif Kristen (Christian worldview) banyak disampaikan pada saya terutama di/dari berbagai daerah. Mungkin terkait ibadah yang sedang dimulai oleh saudara2 kita Muslim. Adakah orang Kristen, juga (urgen dan penting) melakukan ibadah Puasa dalam kehidupannya.
Syukur hal-hal ini ditanyakan menandakan spiritualitas Kristen menunjukkan keniscayaan untuk bertumbuh, adanya kesadaran dan kebangkitan spiritualitas Kristen di tengah kerutinan hidup, "kehampaan" hidup. Kerinduan melakukan pendisiplinan rohani (spiritual discipline) dalam hubungan pribadi dengan Tuhan (HPDT), hubungan dengan sesama dan lingkungan (environment) ; dalam rangka pembentukan pemantapan spiritualitas Kristen yang hakiki.
Memang, cara pandang Kristen tepatnya cara pandang Ilahi perihal berpuasa memiliki nilai khusus dan mungkin cara pandang yang berbeda dengan fenomena umum yang sering kita lihat. Tidak ada salahnya, kita pelajari puasa dalam perspektif Kristen ©¤ lalu tentunya kita imani, praktekkan, nikmati dan hidupi bersama menjadikan hidup Kristen kita limpah dengan kekayaan berkat-berkat rohani (Ef. 1: 1-3).
Tujuh (7) dasar dan makna puasa bagi orang Kristen didasarkan cara pandang atau perpektif Kristen:
1) Puasa adalah satu bentuk latihan rohani orang Kristen yang bersifat teosentris. Tujuannya melatih iman, kesetiaan dan sikap harap hanya pada Tuhan. Memusatkan diri pada Tuhan (God¡¯s center). Umumnya dilakukan bareng dengan doa, (Dan. 9: 3, Ezra 8: 23), pengakuan (confession) 1 Sam 7:6; Neh 9: 1-2, sikap prihatin-berkabung dan mencari Tuhan (Yoel 2: 12) dan merendahkan diri (Ul. 19: 18; Neh 9:1). Doa menjadi lebih khusyuk dan cendrung serius dibarengi puasa, manakala badan haus dan lapar dan sementara waktu tidak makan yang enak-enak dan menikmati yang nyaman-nyaman bagi badan. Puasa sejatinya melatih orang Kristen memiliki pendengaran rohani yang lebih peka kepada kebenaran Firman Tuhan. Iman menjadi lebih kuat dengan topangan berpuasa sehingga menghasilkan kuasa rohani yang bersumber dari Tuhan dan firmanNya.
2) Puasa hakekatnya adalah kegiatan yang bersifat personal, pribadi orang Kristen terhadap Allah Trinitas (Zak 7: 5; Mat 6: 18), bukan untuk trend konsumsi publik. Tidak untuk dipamerkan apalagi diumumkan ke orang (Mat. 6: 16-18) sehingga secara sengaja atau tidak, orang lain jadi tahu bahwa kita puasa.
3) Puasa bagi orang Kristen bukan sekedar kegiatan untuk memenuhi syarat ritual agamawi semata yang "lepas" atau terpisah dari kesaksian hidup riel seseorang sehari-harinya. Selain tidak makan dan tidak minum di hari puasa, perilaku orang Kristen sehari-harinya harus selaras dengan tujuan puasa itu sendiri ©¤ perilaku yang fair/adil tidak curang atau mencurangi, memiliki nurani membela mereka yang menderita kelaliman, tertindas, teraniaya dan kuk perhambaan (Yes. 58: 6-7). Punya nurani untuk membagi kelebihan bagi orang yang lapar, memberi tumpangan bagi orang miskin - tuna wisma, mereka yang telanjang dan sudi menolong saudara yang patut ditolong dengan cara dan waktu yang berkenan pada Tuhan (Yes. 58: 3-5).
4) Puasa konsekuensinya tidak boleh dijalankan orang Kristen dengan pura-pura, sekedar untuk menjadi topeng atau "tampak luar" agar dilihat orang suci, "tidak rusak-rusak amat", dapat dihargai dan saleh, penuh kemunafikan apalagi dengan main-main sekedar ikut-ikutan (Yes. 58: 3-5, Mat. 6: 16, Luk 18: 12, Yer 14: 12). Puasa bukan seperti yang dilakukan oleh para tua-tua dan pemuka Jizreel (1 Raja2 21: 12), Ahab (1 Raja2 21: 17) atau orang-orang Farisi (Mark 2: 18; Luk 18:2) melainkan puasa yang dijalankan secara "silent" (diam-diam) dan serius oleh Yesus seorang diri di padang gurun (Mat 4:2), Musa (Kel. 34: 28), Elia (1 Raja2 19:8), Daniel (Dan. 9:3), Daud (2 Sam 12: 16), Nehemia (Neh 1:4), Para Rasul (2 Kor 6:5) dan orang Kristen mula-mula(Kis13: 2).
5) Puasa melatih kerendahan hati (Mz. 35: 13). Menambah keikhlasan orang Kristen untuk melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan serta sikap melayani sesama lebih muncul dari dalam hati sanubari. Semakin orang Kristen berpuasa tidak akan membuatnya jadi sombong atau "sok rohani" atau "sok beribadah". Rasa solidaritas sosial kita terutama terhadap mereka yang berkekurangan semakin bertambah dengan makin seringnya kita berpuasa.
6) Puasa melatih orang Kristen memiliki hati yang makin murni, tulus, menjauhkan dari niat-niat, imajinasi, obsesi yang keliru dan tidak baik; menyucikan hati kita di hadapan Tuhan (Mz. 69: 11). Puasa tidak bisa menyelamatkan orang dari dosa untuk masuk Sorga karena yang bisa melakukan hanya anugerah pengorbanan darah Kristus di kayu salib, ©¤ sola gratia, sola fide ©¤ (Ef. 2: 8-9; Yoh. 3: 16; 1 Yoh. 5: 11-12); tetapi puasa bisa berperan melatih hati menjadi tidak semakin licik, licin dan bulus di hadapan Tuhan dan terhadap orang lain.
7) Bilapun ada puasa yang dijalankan orang Kristen secara massal, secara beramai-ramai sekaligus (puasa umat, puasa bangsa), maka puasa tersebut dijalankan secara spontan oleh karena penyesalan dan keprihatinan bersama yang mendalam (dari dalam hati sanubari) karena persoalan besar yang dihadapi bersama. Seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Israel (Hak 20: 26; Ezra 8: 21; Ester 4:3, 16; Yer 36:9); orang-orang Yabesy-Gilead (1 Sam 31: 13) dan orang-orang Niniwe di jaman Yunus (:Yun 3: 5-8).
Bukan sekadar rekayasa oleh pihak yang lebih berkuasa, berkat didorong, dipaksa, dimobilisasi dengan kekerasan oleh satu ketentuan, hukum atau undang-undang ©¤ yang membuat orang menjadi takut menderita hukuman sekarang dan nanti ©¤ tetapi muncul dari benak kesadaran dan nurani yang tulus untuk melakukan puasa bersama. Dengan demikian puasa bersama atau puasa massal ini tetap menjunjung tinggi hak pribadi seseorang untuk mau menjalankan kegiatan tsb atau tidak di hadapan Allah
Trinitas.
Kapan sebaiknya orang Kristen melakukan puasa?
1. Puasa bagi orang Kristen pada dasarnya tidak di-organize lagi pada hari atau bulan tertentu. Tergantung kepada kapan tergeraknya berdasar 7 (tujuh) dasar & makna puasa di atas. Jika kamu berpuasa¡., kata Yesus (Mat. 6). Artinya jika kamu (tergerak) untuk berpuasa¡ dst.
2. Jika pun mau di-organize, orang Kristen paling tidak bisa melakukan puasa penuh sedikitnya satu kali tiap tahunnya dalam rangka penggenapan Taurat seperti Yesus, yakni pada hari yang disebut Hari Pendamaian. Karena basis Kekristenan PB adalah PL termasuk Taurat; dan kita ketahui Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan menggenapinya; maka bagi orang Kristen sama halnya dengan Yesus dan bangsa Israel/orang Yahudi pada umumnya, seyogianya melakukan puasa penuh (24 jam) paling minimal satu kali dalam setahun, yaitu pada hari Pendamaian (Atonement day ©¤ 7 bulan 10 hari setelah Paskah). Dimulai dari matahari terbenam sampai matahari terbenam hari berikutnya. Imamat 23: 26-32.
3. Waktu atau masa-masa puasa lainnya seyogianya dilakukan orang Kristen di saat hati tergerak atau terbeban dan ada niat yang muncul keluar ¨C tentunya berdasar ke tujuh dasar, prinsip & makna puasa seperti diuraikan di atas.
Di Alkitab paling tidak ada tujuh (7) masa atau waktu yang baik bagi orang Kristen untuk melakukan puasa secara benar:
(1) Waktu di mana orang Kristen meyakini/merasakan bahwa telah terjadi hukuman Allah oleh karena kekeliruan kita atau dosa kita secara korporat sebagai manusia atau bangsa (Yoel 1: 14; 2: 12)
(2) Masa di mana sekeliling kita termasuk kita mengalami masalah-masalah atau pergumulan2 yang pelik, malapetaka, krisis2 yang tak kunjung selesai, terpuruk (2 Sam 1: 12)
(3) Waktu di mana terjadi penderitaan yang mendalam di tengah-tengah persekutuan jemaat (Luk 5: 33-35);
(4) Waktu di mana kita merasakan penderitaan orang-orang lain yang sangat berat (Mz 35: 13; Dan 6: 19)
(5) Masa di mana penderitaan atau kesusahan2 menimpa pribadi kita dan keluarga (2 Sam 12:16)
(6) Masa dimana bahaya, pengekangan, penganiayaan (persecution) kerap dan berkali-kali mengancam (Ester 4: 16)
(7) Saat ada hamba-hamba Tuhan, pelayan jemaat, pemimpin-pemimpin Kristen yang dilantik atau ditahbiskan dalam otoritas Ilahi (Kis 13: 3; 14: 23).
Tujuh (7) janji Allah untuk orang Kristen percaya yang berpuasa dengan benar.
Setiap disiplin atau latihan rohani Kristiani yang dijalankan dengan benar pasti mengandung janji. Jika orang Kristen percaya melakukan puasa dengan benar sesuai dengan tujuh dasar & makna puasa seperti di atas, pun akan mengandung janji. Yang tercatat dalam Alkitab, paling tidak janji-janji berikut ini:
1) Orang Kristen menjadi terang. Luka-luka pulih. Penuh dengan kebenaran dan kemuliaan Allah yang mengelilingi (Yes 58: 8)
2) Memperoleh jawaban Tuhan dan "berjumpa" dengan Tuhan. Terang terbit di tengah kegelapan dan kegelapan menjadi rembang tengah hari (Yes. 58: 9-10).
3) Tuntunan Tuhan nyata di tanah yang kering, kekuatan diperbaharui, tidak dikecewakan Allah (Yes 58: 11)
4) Orang Kristen menjadi orang Kristen yang membangun format yang benar2 baru yang lama sebelumnya belum ada (Yes 58a)
5) Orang Kristen banyak melakukan karya perbaikan (improvement) terbaik, kerusakan system diperbaiki (Yes 58: 12b)
6) Kebahagiaan, kesenangan dalam Tuhan, getting to the top, berkemenangan, diberi makan sendiri oleh Tuhan (Yes 58: 14).
7) Menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Sorga (Mat. 5: 18)
Sekian ulasan saya mengenai puasa orang Kristen. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita.
Tuhan kiranya memberkati orang2 Kristen yang mengambil langkah tak hanya lutut yang berdoa, namun berdoa dan berpuasa.
Soli deo Gloria!
Hans Midas Simanjuntak (HMS)(:
Chika Silitonga"
Tulisan ini menurut saya sangat baik dan menambah wawasan iman kita. Bukan ditulis oleh saya (nama penulis ada di atas) tapi saya ingin membagi dengan saudara semua, enjoy and God Bless!
Regards,
Helene Fransisca (chika) Silitonga
PT Malacca Elab
"We can do no great things - only small things with great love." Mother Teresa (1910-1997).
Saturday, September 8, 2007
Pemikiran Postmo, Negative Theology, Spiritualisme & Pluralisme Agama: Tantangan Baru Kekristenan Masa Kini!
Melihat keadaan perkembangan sekarang, termasuk yang berlangsung di tanah air, saya memiliki keyakinan teologi liberal atau disebut juga teologi modern (modernisme) akan roboh dan semakin usang (obsolit). Dasar sederhana dari pemikiran liberal kalau boleh dibilang adalah rasio adalah segalanya, tak perlulah mengandalkan iman, iman yang berharap pada Tuhan mengandalkan Tuhan sebagaimana yang Alkitab bilang.
Syahdan, kalau masih ada gereja atau teolog gereja yang masih menganut pandangan teologi liberal, teologi modern, di mana hanya mengandalkan aspek rasio semata sebagai "yang segalanya" atau "maha segalanya" maka bisa dipastikan dia akan tertinggal dan obsolit. Meski pun, hemat saya para pemikir modernisme, theolog modern liberal, liberal theolgies (bentuk jamak) tentu tidak akan tinggal diam, akan berupaya "lirak-lirik" mata menyiasati keadaan, kemana akan melakukan percampuran2 (sinkretis), "kemitraan" bahkan pembauran, agar bisa tetap eksis di tengah jaman.
Buktinya apa teologi modern akan obsolit, kalau tidak mau merubah pola strategi berteologia?
Mungkin hal ini. Kenapa sampai ada muncul pemikiran postmodern? ada muncul teologi postmo yang kerap disebut "negative theology"? Selain itu muncul "liberation theology" pertama di Amerika Latin, lalu "social-theology" yang sekarang mulai banyak dipelajari oleh kalangan teolog2 muda kita disini. Belum lagi bangkitnya spiritualisme, new-age movement, aliran2 kepercayaan hibrid Barat-Timur, bentuk2 "iman" (pakai tanda kutip) spiritualisme dari yang berbentuk paling primitive sampai ditengarai yang "paling canggih" termasuk di negeri ini. Fenomena2 supranatural, adikodrati yang sering kita liat di media. Itu kan bisa disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisme, teologi modern, teologi liberal yang hanya mengandalkan rasionalisme dalam memaknai jaman.
Pemikiran islam pun ditengarai kini sudah beranjak.
Tidak meliat jalan keluar hanya dari ilmu pengetahuan, dari sains, dari filsafat, dalam hal ini filsafat modern. Seperti pemikiran Imam Gazhali, yang sempat dikutip Bro Andry, dari warta JIL, awas knowledge, awas sains, awas filsafat!
Arus jaman sekarang memang mungkin telah berubah arah bandulnya. Bandul post mo! Serba relativitas. Ini yang sebenarnya, menurut saya, jauh lebih berbahaya. Halus "mainnya", tetapi sangat mematikan. Seperti kodok dalam ceret air yang terpanasi dipanasi dari bawah, yang tidak sadar makin lama air makin panas lalu mematikan dirinya dalam panci secara pelan-pelan.
So, yang dihadapi kita, oleh jemaat warga jemaat pemimpin jemaat oleh Gereja Tuhan kekristenan, yang mau sehat dan berimbang dalam ajaran..dalam teachings, kini tidak "sekadar" menghadapi bahaya tantangan teologi liberal yang berbasis rasionalisme bablas dan "rekayasa" sejarah, tetapi pemikiran postmo, negative theology, new age, pluralisme agama, yang serba merelativekan dan menyamaratakan prinsip, ajaran dan teachings.
Pemikiran postmo bila ingin disederhanakan, merupakan pemikiran intelektual era sekarang yang awalnya diretas oleh pemikir2 Perancis seperti Derrida, Foucault dll, yang meyakini intinya bahwa di dunia ini ngga ada kebenaran yang bersifat mutlak, sebagaimana sering diyakini oleh kristen khususnya yang orthodox-tradisiona l konservatif bahwa kebenaran mutlak ada pada TUHAN dan Alkitab memiliki kewibawaan tertinggi sebagai sumber Kebenaran (mutlak). Semua kebenaran adalah bersifat relatif. Semua orang boleh ngomong tentang kebenaran, begitulah kira2.
Sedangkan negative theology adalah bangunan konstruksi teologi yang berupaya menumbangkan asas pemikiran dan gerakan relijius positivisme dari August Comte dkk, dan berupaya membangun pemikiran teologis alternatif. Positivisme kita tau adalah asas2 yang hanya menerima pengetahuan atau teori2 yang didasarkan pada bukti evidensi yang bisa diamati.
Lalu, apa Spiritualisme? Bila disederhanakn, spiritualisme merupakan bentuk lebih modern dari spiritisme, yang antara lain meyakini bahwa roh2 orang sudah mati dan roh2 lainnya dapat berinteraksi dan kadang berkomunikasi dengan orang hidup. Dan seterusnya. Spiritualisme semakin berkembang melalui percampuran (hybrid, sincretism) antara kepercayaan2 tradisional Afrika, Amerika, Asia dll dengan kekristenan umum khususnya katolikisme. Banyaklah variasinya, seperti banyaknya group milist yang kini muncul di internet membahas hal ini lebih jauh.
Nah..bagaimana kira2 solusinya? Menurut saya, Gereja Tuhan kekristenan seperti di atas harus kembali menjadi fundamental dan radiks radikal (berakar) dalam Firman, orthodoxy dalam biblika (Alkitab), namun "sesegeranya" comprehensive, dewasa utuh dalam cara pandang dan dalam menyiasati tanda-tanda jaman. Comprehensive in orthodoxy, be orthodox in comprehensiveness. Itu mungkin jawaban bagi Gereja dan kekristenan sekarang.
Mampu memilah-milah, sampai sejauh mana kita boleh berpikiran merdeka namun ada batas (teori pembatasan). Sampai sejauh mana kita bisa mengurai dan menelisik tradisi dan "paradaton" kita, namun tetap ada batas. Demikian juga dalam menyikapi seluruh fenomena sosial dan sosialisme yang berkembang (termasuk teologi sosial), fenomena karismatik dan kajili (karismatik injili) pengaruh dari Korea, Brasil dll di sini; dan fenomena spiritualisme di mana itu juga perlu ada batasnya.
Termasuk menyikapi fenomena sampai seberapa jauh dan saat mana timingnya yang tepat, kita boleh menunjukkan singularitas dan kekhasan kita di tengah-tengah inklusivitas masyarakat yang sedang dikembangkan disini. Terutama oleh gagasan alm Noercholis Madjid dan saudara2 dari Paramadina, demokrasi terbuka ala Gus Dur dan pandangan rekan2 Jaringan Islam Liberal (JIL), dengan tanpa menafikan fenomena radikalisme fundamentalisme yang menurut saya "keliru" serta gerakan khilafah dan penerapan syariah lainnya yang masih saja diperjuangkan oleh sebagian kelompok agama mayoritas.
Beginilah pergumulan yang sedang dihadapi. Memang inilah fakta keadaannya dan yang menjadi tantangan besar dan kompleks yang sedang kita hadapi sekarang. Bukan saja untuk urusan kedalam terkait persoalan internal Gereja kekristenan dan society Kristen, tapi juga urusan keluar di tengah2 masyarakat inklusif dan cendrung semakin menganut pluralisme agama dan kepercayaan, yang bergerak dengan cepat ini.
Salam,
Hans Midas Simanjuntak (:
Syahdan, kalau masih ada gereja atau teolog gereja yang masih menganut pandangan teologi liberal, teologi modern, di mana hanya mengandalkan aspek rasio semata sebagai "yang segalanya" atau "maha segalanya" maka bisa dipastikan dia akan tertinggal dan obsolit. Meski pun, hemat saya para pemikir modernisme, theolog modern liberal, liberal theolgies (bentuk jamak) tentu tidak akan tinggal diam, akan berupaya "lirak-lirik" mata menyiasati keadaan, kemana akan melakukan percampuran2 (sinkretis), "kemitraan" bahkan pembauran, agar bisa tetap eksis di tengah jaman.
Buktinya apa teologi modern akan obsolit, kalau tidak mau merubah pola strategi berteologia?
Mungkin hal ini. Kenapa sampai ada muncul pemikiran postmodern? ada muncul teologi postmo yang kerap disebut "negative theology"? Selain itu muncul "liberation theology" pertama di Amerika Latin, lalu "social-theology" yang sekarang mulai banyak dipelajari oleh kalangan teolog2 muda kita disini. Belum lagi bangkitnya spiritualisme, new-age movement, aliran2 kepercayaan hibrid Barat-Timur, bentuk2 "iman" (pakai tanda kutip) spiritualisme dari yang berbentuk paling primitive sampai ditengarai yang "paling canggih" termasuk di negeri ini. Fenomena2 supranatural, adikodrati yang sering kita liat di media. Itu kan bisa disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisme, teologi modern, teologi liberal yang hanya mengandalkan rasionalisme dalam memaknai jaman.
Pemikiran islam pun ditengarai kini sudah beranjak.
Tidak meliat jalan keluar hanya dari ilmu pengetahuan, dari sains, dari filsafat, dalam hal ini filsafat modern. Seperti pemikiran Imam Gazhali, yang sempat dikutip Bro Andry, dari warta JIL, awas knowledge, awas sains, awas filsafat!
Arus jaman sekarang memang mungkin telah berubah arah bandulnya. Bandul post mo! Serba relativitas. Ini yang sebenarnya, menurut saya, jauh lebih berbahaya. Halus "mainnya", tetapi sangat mematikan. Seperti kodok dalam ceret air yang terpanasi dipanasi dari bawah, yang tidak sadar makin lama air makin panas lalu mematikan dirinya dalam panci secara pelan-pelan.
So, yang dihadapi kita, oleh jemaat warga jemaat pemimpin jemaat oleh Gereja Tuhan kekristenan, yang mau sehat dan berimbang dalam ajaran..dalam teachings, kini tidak "sekadar" menghadapi bahaya tantangan teologi liberal yang berbasis rasionalisme bablas dan "rekayasa" sejarah, tetapi pemikiran postmo, negative theology, new age, pluralisme agama, yang serba merelativekan dan menyamaratakan prinsip, ajaran dan teachings.
Pemikiran postmo bila ingin disederhanakan, merupakan pemikiran intelektual era sekarang yang awalnya diretas oleh pemikir2 Perancis seperti Derrida, Foucault dll, yang meyakini intinya bahwa di dunia ini ngga ada kebenaran yang bersifat mutlak, sebagaimana sering diyakini oleh kristen khususnya yang orthodox-tradisiona l konservatif bahwa kebenaran mutlak ada pada TUHAN dan Alkitab memiliki kewibawaan tertinggi sebagai sumber Kebenaran (mutlak). Semua kebenaran adalah bersifat relatif. Semua orang boleh ngomong tentang kebenaran, begitulah kira2.
Sedangkan negative theology adalah bangunan konstruksi teologi yang berupaya menumbangkan asas pemikiran dan gerakan relijius positivisme dari August Comte dkk, dan berupaya membangun pemikiran teologis alternatif. Positivisme kita tau adalah asas2 yang hanya menerima pengetahuan atau teori2 yang didasarkan pada bukti evidensi yang bisa diamati.
Lalu, apa Spiritualisme? Bila disederhanakn, spiritualisme merupakan bentuk lebih modern dari spiritisme, yang antara lain meyakini bahwa roh2 orang sudah mati dan roh2 lainnya dapat berinteraksi dan kadang berkomunikasi dengan orang hidup. Dan seterusnya. Spiritualisme semakin berkembang melalui percampuran (hybrid, sincretism) antara kepercayaan2 tradisional Afrika, Amerika, Asia dll dengan kekristenan umum khususnya katolikisme. Banyaklah variasinya, seperti banyaknya group milist yang kini muncul di internet membahas hal ini lebih jauh.
Nah..bagaimana kira2 solusinya? Menurut saya, Gereja Tuhan kekristenan seperti di atas harus kembali menjadi fundamental dan radiks radikal (berakar) dalam Firman, orthodoxy dalam biblika (Alkitab), namun "sesegeranya" comprehensive, dewasa utuh dalam cara pandang dan dalam menyiasati tanda-tanda jaman. Comprehensive in orthodoxy, be orthodox in comprehensiveness. Itu mungkin jawaban bagi Gereja dan kekristenan sekarang.
Mampu memilah-milah, sampai sejauh mana kita boleh berpikiran merdeka namun ada batas (teori pembatasan). Sampai sejauh mana kita bisa mengurai dan menelisik tradisi dan "paradaton" kita, namun tetap ada batas. Demikian juga dalam menyikapi seluruh fenomena sosial dan sosialisme yang berkembang (termasuk teologi sosial), fenomena karismatik dan kajili (karismatik injili) pengaruh dari Korea, Brasil dll di sini; dan fenomena spiritualisme di mana itu juga perlu ada batasnya.
Termasuk menyikapi fenomena sampai seberapa jauh dan saat mana timingnya yang tepat, kita boleh menunjukkan singularitas dan kekhasan kita di tengah-tengah inklusivitas masyarakat yang sedang dikembangkan disini. Terutama oleh gagasan alm Noercholis Madjid dan saudara2 dari Paramadina, demokrasi terbuka ala Gus Dur dan pandangan rekan2 Jaringan Islam Liberal (JIL), dengan tanpa menafikan fenomena radikalisme fundamentalisme yang menurut saya "keliru" serta gerakan khilafah dan penerapan syariah lainnya yang masih saja diperjuangkan oleh sebagian kelompok agama mayoritas.
Beginilah pergumulan yang sedang dihadapi. Memang inilah fakta keadaannya dan yang menjadi tantangan besar dan kompleks yang sedang kita hadapi sekarang. Bukan saja untuk urusan kedalam terkait persoalan internal Gereja kekristenan dan society Kristen, tapi juga urusan keluar di tengah2 masyarakat inklusif dan cendrung semakin menganut pluralisme agama dan kepercayaan, yang bergerak dengan cepat ini.
Salam,
Hans Midas Simanjuntak (:
Friday, September 7, 2007
Mana yang lebih dulu utama: Identitas Suku Etnik atau Identitas Indonesia?
Mana yang lebih dulu utama: Identitas Suku Etnik atau Identitas Indonesia?
Ciri NKRI nasional relijius bagaimana?
Pertanyaan ini sering ditanyakan beberapa teman kepada saya.
Terhubung dengan wacana yang banyak dibicarakan selama ini: yang namanya Indonesia setelah 62 tahun merdeka disinyalir belum terbentuk. Memang secara politik, sudah. Namanya NKRI. Berciri nasionalis agamis, atau nasionalis relijius. Apa benar? Apa semua orang yang ber KTP Indonesia atau ber paspor Indonesia, sudah menerima bahwa ciri NKRI ini adalah nasionalis agamis, nasionalis relijius?
Apa yang dimaksud nasionalis? Apa yang dimaksud relijius? Apa yang dimaksud nasionalis, nasionalis sipil atau nasionalis militeristik? Lalu, yang dimaksud relijius apakah relijius mencakup agama2 seluruhnya berikut aliran kepercayaan, atau hanya relijius Islami. Sehingga ciri sebenarnya adalah nasionalis relijius islami. Wallahu alam.
Wacana seperti ini nyatanya sampai sekarang masih tetap bergulir. Kayaknya belum ada konsensus. Kalaupun ada mungkin baru di tingkat elit2. Elit2 dpr, elit2 ormas, elit pemerintah, birokrasi, dsb. Yang jelas, yang bisa diambil kesimpulannya, budaya peradaban Indonesia sejatinya barangkali memang belum terbentuk, belum mantap. Ciri NKRI sebagai nasionalis relijius itu pun sepertinya masih dipertanyakan. Tafsirannya bagaimana.
Wacana sejak masih ada majalah PRISMA beberapa dekade lalu, sudah dibicarakan bahwa NKRI itu nasion atau supra nasion. Karena menurut asal katanya, yang disebut nasion di Nusantara ini, adalah suku bangsa yang ada sekarang, seperti nasion Sunda, nasion Jawa, nasion Batak, nasion Bugis, nasion Melayu, nasion Papua, dlsb. Jadi, bila menelisik asal kata nasion itu adalah bangsa, bukan berarti suku bangsa. Sebab itu jika ditanya orang Batak misalnya, orang Dayak atau orang Papua, maka yang bersangkutan melalui perbendaharaan kata2 yang ada dalam bahasanya mengatakan bahwa kami adalah bangsa Batak (bhs Batak: bangso Batak), bangsa atau nasion Dayak, nasion Papua.
Nah, kalau suku2 bangsa yang kita sebut sekarang menjelaskan dirinya sendiri sebagai bangsa, Indonesia itu itu tepat tidak disebut bangsa juga? Apa tidak lebih tepat disebut "supra bangsa", atau kumpulan dari berbagai bangsa, sejenis istilah konfederasi misalnya?
Namun, lebih membingungkan lagi bila memakai jalan pikiran seperti ini. Karena nyatanya Indonesia bukanlah negara konfederasi, tapi negara bangsa, dengan bentuk negara kesatuan (unitarian). Ini diyakini masih banyak diwacanakan orang. Saya sudahi dulu wacana ini sampai disini.
Karena sejak proklamasi 17.8.1945 dengan landasan Sumpah Pemuda 28.10.1928 kita sudah mendeklarasikan Indonesia sebagai negara kesatuan, unitarian, NKRI. Menjadi negara bangsa. Artinya nasion-nasion atau bisa disebut juga sebagai etnis, etnik (ethne) yang ada dalam wilayah NKRI, diterima sebagai sub-nasion, suku bangsa. Pertanyaan lanjutnya adalah apakah sub nasion sub nasion itu sudah benar2 menyatu secara unitarian dalam NKRI setelah 62 tahun merdeka ini?
Kita jawab mungkin belum, karena soal keragaman sub nasion sub nasion (tepatnya sebenarnya nasion nasion atau etnik2) saja sampai sekarang masih dinilai belum seluruh elemen bangsa bisa atau ikhlas menerimanya secara aklamasi. Di bibir atau forum2 resmi mungkin iya, tapi who knows di hati, di intuisi, naluri.
Mengukurnya tidak berapa sulit barangkali. Mungkin dapat melalui pertanyaan: Bangga mana proud mana kita atau seorang warga negara, menjadi orang Bugis, orang Batak, orang Bali, orang Papua, dst atau menjadi orang Indonesia, orang NKRI?
Dalam 10-20 tahun terakhir ini, saya punya pengalaman berjumpa dengan rekan2 baik di luar negeri atau pun ketika berbincang di sini, di Indonesia. Menurut pernyataan mereka yang cukup jujur saya kira, cukup banyak yang lebih bangga sebagai orang Bugis dari pada sebagai orang Indonesia. Lebih bangga dengan identitas orang Batak, ketimbang dikenal sebagai orang Indonesia. Identitas orang Bali ketimbang dikenal sebagai orang Indonesia. (Jangan lupa untuk hal yang satu ini, soal Bali, di mancanegara nama Bali jauh lebih dikenal masyarakat internasional ketimbang nama Indonesia, banyak mereka yang belum/tidak kenal). Juga Papua, Maluku, Timor dst. Mereka lebih confort, lebih proud bila dibilang sebagai orang Papua, Maluku, Timor NTT ketimbang dibilang sebagai orang Indonesia. Jika ini berlaku bagi orang etnis Tionghoa (Cina) yang pernah lahir dan besar di Indonesia, saya kira sama saja. Mungkin sekali mereka akan lebih proud dikatakan sebagai orang Tionghoa (Cina) bila
dikatakan sebagai orang Indonesia.
Pertanyaan kita kemudian, kenapa bagi sebagian mereka yang saya temui ini lebih bangga menyebut identitasnya dengan sukunya, etnisnya sendiri, ketimbang menyebut mereka sebagai orang Indonesia, identitas Indonesia? Kenapa sampai demikian?
Kalau memang faktanya masih seperti ini, sejatinya mana sebenarnya yang lebih dulu utama: Identitas suku etnik (kita), atau identitas sebagai Indonesia, identitas Indonesia?
Kalau identitas yang lebih penting, lebih dulu utama adalah identitas suku etnis (kita) sendiri, tentu akan memiliki konsekuensi. Yang namanya Indonesia sebagai identitas, kapan akan pernah terbentuk? Atau tepatnya dalam tujuan dan motif yang positip, bagaimana bisa membentuk identitas kepribadian Indonesia yang utuh, bila sementara identitas kesukuan, etnisitas yang masih muncul lebih utama, lebih membanggakan?
Sebaliknya, kalau identitas yang lebih dulu utama adalah identitas Indonesia, identitas NKRI, tentu membawa memiliki konsekuensinya pula. Dasar apa kita beridentitaskan Indonesia, bagaimana kita bisa memelihara dan mengembangkan terus identitas Indonesia itu, tanpa menafikan menelantarkan identitas kesukuan atau etnisitas mana kita berasal?
Kalau kita menjawab dua-duanya sama2 penting: identitas suku etnik kita dan identitas Indonesia sama2 penting, sama2 utama, bagaimana kita bisa tepat menyeimbangkan kedua identitas tersebut agar dapat berjalan seiring selaras di level operasionalnya. Tanpa ada perbenturan, tanpa ada perasaan kontradiksi?
Ini baru hubungan antara identitas suku etnik dengan identitas Indonesia, identitas Keindonesiaan. Belum lagi bila dikaitkan dengan agama, reliji, ideologi yang kita anut. Dianut oleh masing2nya.
Menengok ke negara2 lain, banyak pengamat menilai dan menengarai bila negara2/bangsa seperi Rusia, yang presidennya Vladimir Putin baru berkunjung ke Indonesia, sudah "beres" dan cukup "tuntas" dalam penyelesaian mengenai identitas bangsanya, nasionnya, budayanya. Sejak dulu bahkan dinilai Russia (Rush) memang sudah cukup mantap dalam ke Russia annya, terlebih sejak era Glasnost, Perestoika, Demokratiya bergulir sejak 1985. Demikian juga dengan Jepang, Cina, Korea dan India. Jangan dibanding dengan AS atau Eropa Barat.
Tinggal Indonesia, yang sudah menggulirkan Reformasi sejak 1998, demokratisasi, desentralisasi transformasi sosial ini bagaimana. Note: Demokrasi yang ditengarai kini terlalu terbuka, berjalan seakan "lepas kendali". Program "liberalisasi" terutama di bidang politik dan ekonomi (contoh restrukturisasi, privatisasi bumn, perbankan dll) dinilai kebablasan.. ).
Kembali ke persoalan. Kita tahu Islam, Kristen, modernisme, faham militerisme termasuk Hindu, Budha semuanya secara historia sejatinya berasal dari "luar" Indonesia. Bukan asli 'locals heritage' Indonesia. Kembali ke pertanyaan di bagian awal lagi. Jika disebut nasionalis versi NKRI di era sekarang, nasionalis yang mana nasionalis yang bagaimana?
- nasionalis militeristik?
- nasionalis jawani?
- nasionalis sipil, civil?
- nasionalis madani (islami)?
- nasionalis kristiani? hinduis? budhis?
- nasionalis mayoritas agama?
- nasionalis minoritas agama?
- nasionalis politis?
- nasionalis budaya?
- nasionalis tanpa patron militeristik, sipil, madani, kristiani, hinduis, budhis, politis, budaya dst? nasionalis dalam pengertian umum saja, general yang bisa menerima semua pencirian di atas?
Kalaupun disebut relijius, relijius yang mana, relijius yang bagaimana?
- relijius islami? relijius madani?
- relijius kejawenis?
- relijius kristiani?
- relijius hinduis, budhis? atau
- relijius dalam pengertian betul2 umum, general, yang bisa menerima latar belakang reliji atau agama kepercayaan apa/mana saja?
Ini memang perlu kejujuran bersama. Kejujuran bukan saja tingkat naluriah, tapi juga kejujuran tingkat intuitif. Kejujuran dalam ground-motives.
Selama belum ada kejujuran dan kesepakatan bersama konsensus bersama dalam menjawab persoalan berbangsa, ber"suku bangsa", beragama dan bernegara secara internal di Indonesia, yang diharap bisa bebas dari pengaruh "luar" atau "asing", maka akan selama itu pula akan masih banyak syak-wasangka, kecurigaan2 dan ketidak-terus terangan dalam wacana dan pembahasan menuju identitas bangsa yang sejati, yang genuine.
Mengapa wacana bahasan dan kesepakatan bersama ini sudah waktunya dituntaskan? Karena hemat saya ini berkaitan sekali dengan pemberdayaan, 'pembangunan' dan kemajuan bangsa untuk tahap2 selanjutnya. Bagaimana mau berbicara yang lebih advanced, menyangkut lingkungan, ekologi, investasi, "pembangunan" , infrastruktur, kemajuan dst, sementara hal yang fundamental, fondasional, radiks (akar) terhubung persoalan identitas bangsa dan kenegaraan NKRI masih belum juga tuntas. Masih terus hanya jadi sebatas wacana, dan belum mampu diselesaikan secara korporat, secara mendasar oleh seluruh elemen bangsa ini. Dari Rote sampai Miangas, dari Merauke sampai Aceh Nias, dari Yogyakarta Jakarte sampai Bulungan Atas? sampai Danau Di Atas?
Bagaimana opini Anda's ?
Salam persaudaraan, basudara, horas!
Hans Midas Simanjuntak.
Ciri NKRI nasional relijius bagaimana?
Pertanyaan ini sering ditanyakan beberapa teman kepada saya.
Terhubung dengan wacana yang banyak dibicarakan selama ini: yang namanya Indonesia setelah 62 tahun merdeka disinyalir belum terbentuk. Memang secara politik, sudah. Namanya NKRI. Berciri nasionalis agamis, atau nasionalis relijius. Apa benar? Apa semua orang yang ber KTP Indonesia atau ber paspor Indonesia, sudah menerima bahwa ciri NKRI ini adalah nasionalis agamis, nasionalis relijius?
Apa yang dimaksud nasionalis? Apa yang dimaksud relijius? Apa yang dimaksud nasionalis, nasionalis sipil atau nasionalis militeristik? Lalu, yang dimaksud relijius apakah relijius mencakup agama2 seluruhnya berikut aliran kepercayaan, atau hanya relijius Islami. Sehingga ciri sebenarnya adalah nasionalis relijius islami. Wallahu alam.
Wacana seperti ini nyatanya sampai sekarang masih tetap bergulir. Kayaknya belum ada konsensus. Kalaupun ada mungkin baru di tingkat elit2. Elit2 dpr, elit2 ormas, elit pemerintah, birokrasi, dsb. Yang jelas, yang bisa diambil kesimpulannya, budaya peradaban Indonesia sejatinya barangkali memang belum terbentuk, belum mantap. Ciri NKRI sebagai nasionalis relijius itu pun sepertinya masih dipertanyakan. Tafsirannya bagaimana.
Wacana sejak masih ada majalah PRISMA beberapa dekade lalu, sudah dibicarakan bahwa NKRI itu nasion atau supra nasion. Karena menurut asal katanya, yang disebut nasion di Nusantara ini, adalah suku bangsa yang ada sekarang, seperti nasion Sunda, nasion Jawa, nasion Batak, nasion Bugis, nasion Melayu, nasion Papua, dlsb. Jadi, bila menelisik asal kata nasion itu adalah bangsa, bukan berarti suku bangsa. Sebab itu jika ditanya orang Batak misalnya, orang Dayak atau orang Papua, maka yang bersangkutan melalui perbendaharaan kata2 yang ada dalam bahasanya mengatakan bahwa kami adalah bangsa Batak (bhs Batak: bangso Batak), bangsa atau nasion Dayak, nasion Papua.
Nah, kalau suku2 bangsa yang kita sebut sekarang menjelaskan dirinya sendiri sebagai bangsa, Indonesia itu itu tepat tidak disebut bangsa juga? Apa tidak lebih tepat disebut "supra bangsa", atau kumpulan dari berbagai bangsa, sejenis istilah konfederasi misalnya?
Namun, lebih membingungkan lagi bila memakai jalan pikiran seperti ini. Karena nyatanya Indonesia bukanlah negara konfederasi, tapi negara bangsa, dengan bentuk negara kesatuan (unitarian). Ini diyakini masih banyak diwacanakan orang. Saya sudahi dulu wacana ini sampai disini.
Karena sejak proklamasi 17.8.1945 dengan landasan Sumpah Pemuda 28.10.1928 kita sudah mendeklarasikan Indonesia sebagai negara kesatuan, unitarian, NKRI. Menjadi negara bangsa. Artinya nasion-nasion atau bisa disebut juga sebagai etnis, etnik (ethne) yang ada dalam wilayah NKRI, diterima sebagai sub-nasion, suku bangsa. Pertanyaan lanjutnya adalah apakah sub nasion sub nasion itu sudah benar2 menyatu secara unitarian dalam NKRI setelah 62 tahun merdeka ini?
Kita jawab mungkin belum, karena soal keragaman sub nasion sub nasion (tepatnya sebenarnya nasion nasion atau etnik2) saja sampai sekarang masih dinilai belum seluruh elemen bangsa bisa atau ikhlas menerimanya secara aklamasi. Di bibir atau forum2 resmi mungkin iya, tapi who knows di hati, di intuisi, naluri.
Mengukurnya tidak berapa sulit barangkali. Mungkin dapat melalui pertanyaan: Bangga mana proud mana kita atau seorang warga negara, menjadi orang Bugis, orang Batak, orang Bali, orang Papua, dst atau menjadi orang Indonesia, orang NKRI?
Dalam 10-20 tahun terakhir ini, saya punya pengalaman berjumpa dengan rekan2 baik di luar negeri atau pun ketika berbincang di sini, di Indonesia. Menurut pernyataan mereka yang cukup jujur saya kira, cukup banyak yang lebih bangga sebagai orang Bugis dari pada sebagai orang Indonesia. Lebih bangga dengan identitas orang Batak, ketimbang dikenal sebagai orang Indonesia. Identitas orang Bali ketimbang dikenal sebagai orang Indonesia. (Jangan lupa untuk hal yang satu ini, soal Bali, di mancanegara nama Bali jauh lebih dikenal masyarakat internasional ketimbang nama Indonesia, banyak mereka yang belum/tidak kenal). Juga Papua, Maluku, Timor dst. Mereka lebih confort, lebih proud bila dibilang sebagai orang Papua, Maluku, Timor NTT ketimbang dibilang sebagai orang Indonesia. Jika ini berlaku bagi orang etnis Tionghoa (Cina) yang pernah lahir dan besar di Indonesia, saya kira sama saja. Mungkin sekali mereka akan lebih proud dikatakan sebagai orang Tionghoa (Cina) bila
dikatakan sebagai orang Indonesia.
Pertanyaan kita kemudian, kenapa bagi sebagian mereka yang saya temui ini lebih bangga menyebut identitasnya dengan sukunya, etnisnya sendiri, ketimbang menyebut mereka sebagai orang Indonesia, identitas Indonesia? Kenapa sampai demikian?
Kalau memang faktanya masih seperti ini, sejatinya mana sebenarnya yang lebih dulu utama: Identitas suku etnik (kita), atau identitas sebagai Indonesia, identitas Indonesia?
Kalau identitas yang lebih penting, lebih dulu utama adalah identitas suku etnis (kita) sendiri, tentu akan memiliki konsekuensi. Yang namanya Indonesia sebagai identitas, kapan akan pernah terbentuk? Atau tepatnya dalam tujuan dan motif yang positip, bagaimana bisa membentuk identitas kepribadian Indonesia yang utuh, bila sementara identitas kesukuan, etnisitas yang masih muncul lebih utama, lebih membanggakan?
Sebaliknya, kalau identitas yang lebih dulu utama adalah identitas Indonesia, identitas NKRI, tentu membawa memiliki konsekuensinya pula. Dasar apa kita beridentitaskan Indonesia, bagaimana kita bisa memelihara dan mengembangkan terus identitas Indonesia itu, tanpa menafikan menelantarkan identitas kesukuan atau etnisitas mana kita berasal?
Kalau kita menjawab dua-duanya sama2 penting: identitas suku etnik kita dan identitas Indonesia sama2 penting, sama2 utama, bagaimana kita bisa tepat menyeimbangkan kedua identitas tersebut agar dapat berjalan seiring selaras di level operasionalnya. Tanpa ada perbenturan, tanpa ada perasaan kontradiksi?
Ini baru hubungan antara identitas suku etnik dengan identitas Indonesia, identitas Keindonesiaan. Belum lagi bila dikaitkan dengan agama, reliji, ideologi yang kita anut. Dianut oleh masing2nya.
Menengok ke negara2 lain, banyak pengamat menilai dan menengarai bila negara2/bangsa seperi Rusia, yang presidennya Vladimir Putin baru berkunjung ke Indonesia, sudah "beres" dan cukup "tuntas" dalam penyelesaian mengenai identitas bangsanya, nasionnya, budayanya. Sejak dulu bahkan dinilai Russia (Rush) memang sudah cukup mantap dalam ke Russia annya, terlebih sejak era Glasnost, Perestoika, Demokratiya bergulir sejak 1985. Demikian juga dengan Jepang, Cina, Korea dan India. Jangan dibanding dengan AS atau Eropa Barat.
Tinggal Indonesia, yang sudah menggulirkan Reformasi sejak 1998, demokratisasi, desentralisasi transformasi sosial ini bagaimana. Note: Demokrasi yang ditengarai kini terlalu terbuka, berjalan seakan "lepas kendali". Program "liberalisasi" terutama di bidang politik dan ekonomi (contoh restrukturisasi, privatisasi bumn, perbankan dll) dinilai kebablasan.. ).
Kembali ke persoalan. Kita tahu Islam, Kristen, modernisme, faham militerisme termasuk Hindu, Budha semuanya secara historia sejatinya berasal dari "luar" Indonesia. Bukan asli 'locals heritage' Indonesia. Kembali ke pertanyaan di bagian awal lagi. Jika disebut nasionalis versi NKRI di era sekarang, nasionalis yang mana nasionalis yang bagaimana?
- nasionalis militeristik?
- nasionalis jawani?
- nasionalis sipil, civil?
- nasionalis madani (islami)?
- nasionalis kristiani? hinduis? budhis?
- nasionalis mayoritas agama?
- nasionalis minoritas agama?
- nasionalis politis?
- nasionalis budaya?
- nasionalis tanpa patron militeristik, sipil, madani, kristiani, hinduis, budhis, politis, budaya dst? nasionalis dalam pengertian umum saja, general yang bisa menerima semua pencirian di atas?
Kalaupun disebut relijius, relijius yang mana, relijius yang bagaimana?
- relijius islami? relijius madani?
- relijius kejawenis?
- relijius kristiani?
- relijius hinduis, budhis? atau
- relijius dalam pengertian betul2 umum, general, yang bisa menerima latar belakang reliji atau agama kepercayaan apa/mana saja?
Ini memang perlu kejujuran bersama. Kejujuran bukan saja tingkat naluriah, tapi juga kejujuran tingkat intuitif. Kejujuran dalam ground-motives.
Selama belum ada kejujuran dan kesepakatan bersama konsensus bersama dalam menjawab persoalan berbangsa, ber"suku bangsa", beragama dan bernegara secara internal di Indonesia, yang diharap bisa bebas dari pengaruh "luar" atau "asing", maka akan selama itu pula akan masih banyak syak-wasangka, kecurigaan2 dan ketidak-terus terangan dalam wacana dan pembahasan menuju identitas bangsa yang sejati, yang genuine.
Mengapa wacana bahasan dan kesepakatan bersama ini sudah waktunya dituntaskan? Karena hemat saya ini berkaitan sekali dengan pemberdayaan, 'pembangunan' dan kemajuan bangsa untuk tahap2 selanjutnya. Bagaimana mau berbicara yang lebih advanced, menyangkut lingkungan, ekologi, investasi, "pembangunan" , infrastruktur, kemajuan dst, sementara hal yang fundamental, fondasional, radiks (akar) terhubung persoalan identitas bangsa dan kenegaraan NKRI masih belum juga tuntas. Masih terus hanya jadi sebatas wacana, dan belum mampu diselesaikan secara korporat, secara mendasar oleh seluruh elemen bangsa ini. Dari Rote sampai Miangas, dari Merauke sampai Aceh Nias, dari Yogyakarta Jakarte sampai Bulungan Atas? sampai Danau Di Atas?
Bagaimana opini Anda's ?
Salam persaudaraan, basudara, horas!
Hans Midas Simanjuntak.
Thursday, September 6, 2007
In Memoriam Rev. D. James Kennedy Ph.D (1930- Sept 5, 2007).
Di mata saya, almarhum Rev. D. James Kennedy, Ph.D. orang besar, tokoh besar dalam dunia Kekristenan terutama untuk era sekarang. Dia seorang pendeta, negarawan, suami dan ayah dalam keluarga yang baik, untuk boleh menyebutnya excellent. Beberapa kali sejak tahun 2001 kami/saya sudah bercita-cita ingin sekali bertemu dengan beliau, ingin suatu kali mengundangnya ke Indonesia, ke Bali atau Jakarta; atau.. mengunjungi gerejanya Coral Ridge Presbyterian Church (CRPC) di Forth Laudardale US, yang berciri presbiterian evangelical renewing budaya itu. Namun apa daya tak kesampaian.
Yang kita tau, beliau telah menulis buku a.l. What If Jesus had Never Been Born? yang dikenal dan banyak dibaca di sini. Padahal masih cukup banyak buku beliau baik ranah teologi maupun politik. Sebut saja: Skeptics Answered, Truths That Transform (teologi),
What if America Were a Christian Nation Again? and The Rewriting of America's History
Why I Believe (politik), dll.
Ada lk. 6 lembaga/organisasi seingat saya yang telah diretas beliau sejak tahun 60/70an yang sangat terasa dampaknya di AS, di sangat banyak negara dan sampai ke Indonesia, yaitu:
1. Coral Ridge Presbyterian Church, North America. Banyak kalangan gereja ini menjadi salah satu gereja paling besar dan berpengaruh di antero Amerika Utara.
2. Evangelism Explosion (EE) International. Siapa yang tidak mengenal pengaruh dari organisasi EE ini sampai di negeri ini juga.
3. Westminster Academy, di Forth Lauderdale Us. Sebuah Christian education yang bermutu, diakui dan memiliki pengaruh kuat.
4. Radio WAFG 90.3 FM, radio siaran Kristen 24-hours yang juga luar biasa, berdampak.
5. Coral Ridge Ministry, siara radio broadcasting program PI dan cultural renewal di TV Amerika.
6. Knox Theological Seminary. STT yang juga diakui dan dihormati keberadaannya.
Inilah kata-kata terakhir dari beliau yang mungkin akan selalu dikenang awal Sept 2007 lalu, khususnya bagi mereka yang mengenalnya dengan baik:
“Now, I know that someday I am going to come to what some people will say is the end of this life. They will probably put me in a box and roll me right down here in front of the church, and some people will gather around, and a few people will cry. But I have told them not to do that because I don’t want them to cry. I want them to begin the service with the Doxology and end with the Hallelujah chorus, because I am not going to be there, and I am not going to be dead. I will be more alive than I have ever been in my life, and I will be looking down upon you poor people who are still in the land of dying and have not yet joined me in the land of the living. And I will be alive forevermore, in greater health and vitality and joy than ever, ever, I or anyone has known before.”
Luar biasa. Dunia Kekristenan masa ini kehilangan satu pribadi: pendeta, negarawan, bahkan ayah sekaligus suami yang luar biasa.
Selamat jalan Rev. D. James Kennedy Ph.D.
Till we meet at Jesus' feet !
Salam,
Hans Midas Simanjuntak.
------------ --------- --------- --------- ---------
D. JAMES KENNEDY (1930 - 2007)
Life and Legacy.
------------ --------- --------- --------- --------- -
November 3, 1930 – Dennis James Kennedy is born to George and Ermine Kennedy in Augusta, Georgia.
1936 – The Kennedy family moves to Chicago, settling in an apartment just 50 yards from Lake Michigan.
1945 – The family relocates once more to Tampa, Florida.
1952 – Arthur Murray Dance instructor Jim Kennedy meets Anne Lewis and signs her up for six months of dance instructions.
1953 – Sleeping late on a Sunday morning, Jim Kennedy hears the Gospel for the very first time from a radio preacher. Shortly thereafter he professes faith in Christ.
December 3, 1955 – After fighting God’s call to full-time ministry for nearly a year, Jim Kennedy, with great trepidation, quits his job as a dance studio manager.
December 3, 1955 – Jim Kennedy and Anne Lewis become engaged.
December 4, 1955 – Jim is given the chance to preach at a local Presbyterian church and, to his surprise, is employed as the interim minister the same day.
August 25, 1956 – Jim and Anne are married at First Presbyterian Church of Lakeland, Florida.
Fall 1956 – Jim Kennedy begins seminary training at Columbia Theological Seminary in Decatur, Georgia.
May 11, 1959 – Days before his seminary graduation, Jim receives a letter from the Home Missions Committee of the Everglades Presbytery inviting him to consider pastoring a new church to be started in Fort Lauderdale.
June 21, 1959 – The first Coral Ridge Presbyterian Church worship service is held at McNab Elementary School, led by D. James Kennedy.
July 21, 1959 –Rev. D. James Kennedy is ordained.
1960 – Rev. Kennedy tells his fledgling congregation: “You know what? I believe we can change the world!”
July 31, 1960 – Rev. D. James Kennedy is installed as minister of Coral Ridge Presbyterian Church.
1962 – Rev. Kennedy begins to train church members to share Christ using the techniques learned from Rev. Kennedy Smartt.
March 16, 1962 – Jennifer is born and adopted into the Kennedy family.
March 18, 1962 – A new church building seating 500 on Commercial Boulevard is dedicated.
February 20, 1967 – The first Evangelism Explosion clinic is held with 36 people in attendance.
Summer 1967 – Tragedy strikes when Anne undergoes cancer surgery. Rev. Kennedy later describes God’s provision during that dark time in his message, “Songs in the Night.”
1970 – Evangelism Explosion, the first of more than 65 books by Dr. Kennedy is published by Tyndale. More than 1.5 million copies have been sold.
1970 – Like A Mighty Army, a dramatic motion picture depicting the story of Evangelism Explosion, is produced by Gospel Films.
August 28, 1970 – Lay Evangelism, Inc., later changed to Evangelism Explosion III International, Inc., is organized.
April 11, 1971 (Easter Sunday) – Groundbreaking for new church on Federal Highway.
August 1971 – Classes begin at Westminster Academy® with 300 students enrolled.
February 3, 1974 – The new church building on Federal Highway is dedicated. Dr. Billy Graham addresses the 11,000 people in attendance, some on benches outside the church, and 597 decision for Christ are recorded.
October 1, 1974 – Radio station WAFG (90.3 FM) is licensed as a non-commercial educational station.
October 3, 1976 – Church membership reaches 5,000 people.
January 8, 1978 – Coral Ridge Presbyterian Church votes to leave the Presbyterian Church (U.S.) and unites with the Presbyterian Church in America (P.C.A.).
September 17, 1978 – First television broadcast of worship service.
February 1979 – Dr. Kennedy receives his Ph.D. from New York University, completing his list of degrees as follows: A.B., M.Div. (cum laude), M.Th. (summa cum laude), D.D., D.Sac.Lit., Ph.D., Litt.D., D.Sac.Theol. , and D.Humane Lit.
November 30, 1980 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 20th anniversary.
May 29, 1990 – George Kennedy, Dr. Kennedy’s brother, dies. Dr. Kennedy learns after his death that George, who had long resisted the Gospel, was led to Christ on his death bed by a young hospital chaplain.
1984 – Truths That Transform, Dr. Kennedy’s daily radio program begins.
November 24, 1985 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 25th anniversary.
1988 - With Evangelism Explosion in only 66 nations, Dr. Kennedy challenged the organization’ s vice presidents to take the lay-evangelism training program to every nation by 1995.
March 14, 1989 – The Session of Coral Ridge Presbyterian Church establishes Knox Theological Seminary and appoints Dr. Kennedy Chancellor.
March 30-April 1, 1990 – Coral Ridge Church marks its 30th Anniversary during a “Celebrate the Dream” weekend celebration.
September 1990 – Knox Theological Seminary begins classes to train pastors and laymen in a graduate school of theology.
1992 – The Kennedy Commentary, a daily 90-second radio commentary, is launched.
May 21, 1994 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates Dr. Kennedy’s 35th year in Gospel ministry.
September 14, 1995 – Dr. Kennedy dedicates the D. James Kennedy Center for Christian Statesmanship in Washington, D.C.
February 23, 1996 – Evangelism Explosion International becomes the first Christian organization in history to establish its ministry in all 211 nations of the world.
1998 – Dr. Kennedy reaches the long-sought goal of giving back to the church 100 percent of all of the salary he had earned at the church since he arrived in 1959.
-->
March 7, 1999 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 40th anniversary.
June 10, 2000 – Daughter Jennifer marries Charles E. “Chip” Cassidy in Dana Point, California.
December 2000 – Along with Dean Jones, Dr. Kennedy co-hosts Who Is This Jesus, a one-hour documentary viewed by some 12 million people nationwide.
April 21, 2004 – Dr. Kennedy named one of the “Greatest Intellectuals of the 21st Century” by the International Biographical Centre of Cambridge, England.
May 2004 – Launch of new, nationwide ministry, the Creation Studies Institute.
-->
February 15, 2005 – Dr. Kennedy is inducted into the National Religious Broadcasters Hall of Fame.
October 2005 – After Hurricane Wilma rips off the church roof and drenches the sanctuary, Dr. Kennedy encourages the congregation, telling them this is “our finest hour.”
December 9, 2005 – Dr. Kennedy is feted at a surprise 75th birthday celebration.
August 25, 2006 – Dr. and Mrs. Kennedy celebrate 50 years of marriage.
2006 – Nearly five million people profess faith in Jesus Christ through Evangelism Explosion.
September 5, 2007 - Dr Kennedy enters into the presence of God in Heaven.
Yang kita tau, beliau telah menulis buku a.l. What If Jesus had Never Been Born? yang dikenal dan banyak dibaca di sini. Padahal masih cukup banyak buku beliau baik ranah teologi maupun politik. Sebut saja: Skeptics Answered, Truths That Transform (teologi),
What if America Were a Christian Nation Again? and The Rewriting of America's History
Why I Believe (politik), dll.
Ada lk. 6 lembaga/organisasi seingat saya yang telah diretas beliau sejak tahun 60/70an yang sangat terasa dampaknya di AS, di sangat banyak negara dan sampai ke Indonesia, yaitu:
1. Coral Ridge Presbyterian Church, North America. Banyak kalangan gereja ini menjadi salah satu gereja paling besar dan berpengaruh di antero Amerika Utara.
2. Evangelism Explosion (EE) International. Siapa yang tidak mengenal pengaruh dari organisasi EE ini sampai di negeri ini juga.
3. Westminster Academy, di Forth Lauderdale Us. Sebuah Christian education yang bermutu, diakui dan memiliki pengaruh kuat.
4. Radio WAFG 90.3 FM, radio siaran Kristen 24-hours yang juga luar biasa, berdampak.
5. Coral Ridge Ministry, siara radio broadcasting program PI dan cultural renewal di TV Amerika.
6. Knox Theological Seminary. STT yang juga diakui dan dihormati keberadaannya.
Inilah kata-kata terakhir dari beliau yang mungkin akan selalu dikenang awal Sept 2007 lalu, khususnya bagi mereka yang mengenalnya dengan baik:
“Now, I know that someday I am going to come to what some people will say is the end of this life. They will probably put me in a box and roll me right down here in front of the church, and some people will gather around, and a few people will cry. But I have told them not to do that because I don’t want them to cry. I want them to begin the service with the Doxology and end with the Hallelujah chorus, because I am not going to be there, and I am not going to be dead. I will be more alive than I have ever been in my life, and I will be looking down upon you poor people who are still in the land of dying and have not yet joined me in the land of the living. And I will be alive forevermore, in greater health and vitality and joy than ever, ever, I or anyone has known before.”
Luar biasa. Dunia Kekristenan masa ini kehilangan satu pribadi: pendeta, negarawan, bahkan ayah sekaligus suami yang luar biasa.
Selamat jalan Rev. D. James Kennedy Ph.D.
Till we meet at Jesus' feet !
Salam,
Hans Midas Simanjuntak.
------------ --------- --------- --------- ---------
D. JAMES KENNEDY (1930 - 2007)
Life and Legacy.
------------ --------- --------- --------- --------- -
November 3, 1930 – Dennis James Kennedy is born to George and Ermine Kennedy in Augusta, Georgia.
1936 – The Kennedy family moves to Chicago, settling in an apartment just 50 yards from Lake Michigan.
1945 – The family relocates once more to Tampa, Florida.
1952 – Arthur Murray Dance instructor Jim Kennedy meets Anne Lewis and signs her up for six months of dance instructions.
1953 – Sleeping late on a Sunday morning, Jim Kennedy hears the Gospel for the very first time from a radio preacher. Shortly thereafter he professes faith in Christ.
December 3, 1955 – After fighting God’s call to full-time ministry for nearly a year, Jim Kennedy, with great trepidation, quits his job as a dance studio manager.
December 3, 1955 – Jim Kennedy and Anne Lewis become engaged.
December 4, 1955 – Jim is given the chance to preach at a local Presbyterian church and, to his surprise, is employed as the interim minister the same day.
August 25, 1956 – Jim and Anne are married at First Presbyterian Church of Lakeland, Florida.
Fall 1956 – Jim Kennedy begins seminary training at Columbia Theological Seminary in Decatur, Georgia.
May 11, 1959 – Days before his seminary graduation, Jim receives a letter from the Home Missions Committee of the Everglades Presbytery inviting him to consider pastoring a new church to be started in Fort Lauderdale.
June 21, 1959 – The first Coral Ridge Presbyterian Church worship service is held at McNab Elementary School, led by D. James Kennedy.
July 21, 1959 –Rev. D. James Kennedy is ordained.
1960 – Rev. Kennedy tells his fledgling congregation: “You know what? I believe we can change the world!”
July 31, 1960 – Rev. D. James Kennedy is installed as minister of Coral Ridge Presbyterian Church.
1962 – Rev. Kennedy begins to train church members to share Christ using the techniques learned from Rev. Kennedy Smartt.
March 16, 1962 – Jennifer is born and adopted into the Kennedy family.
March 18, 1962 – A new church building seating 500 on Commercial Boulevard is dedicated.
February 20, 1967 – The first Evangelism Explosion clinic is held with 36 people in attendance.
Summer 1967 – Tragedy strikes when Anne undergoes cancer surgery. Rev. Kennedy later describes God’s provision during that dark time in his message, “Songs in the Night.”
1970 – Evangelism Explosion, the first of more than 65 books by Dr. Kennedy is published by Tyndale. More than 1.5 million copies have been sold.
1970 – Like A Mighty Army, a dramatic motion picture depicting the story of Evangelism Explosion, is produced by Gospel Films.
August 28, 1970 – Lay Evangelism, Inc., later changed to Evangelism Explosion III International, Inc., is organized.
April 11, 1971 (Easter Sunday) – Groundbreaking for new church on Federal Highway.
August 1971 – Classes begin at Westminster Academy® with 300 students enrolled.
February 3, 1974 – The new church building on Federal Highway is dedicated. Dr. Billy Graham addresses the 11,000 people in attendance, some on benches outside the church, and 597 decision for Christ are recorded.
October 1, 1974 – Radio station WAFG (90.3 FM) is licensed as a non-commercial educational station.
October 3, 1976 – Church membership reaches 5,000 people.
January 8, 1978 – Coral Ridge Presbyterian Church votes to leave the Presbyterian Church (U.S.) and unites with the Presbyterian Church in America (P.C.A.).
September 17, 1978 – First television broadcast of worship service.
February 1979 – Dr. Kennedy receives his Ph.D. from New York University, completing his list of degrees as follows: A.B., M.Div. (cum laude), M.Th. (summa cum laude), D.D., D.Sac.Lit., Ph.D., Litt.D., D.Sac.Theol. , and D.Humane Lit.
November 30, 1980 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 20th anniversary.
May 29, 1990 – George Kennedy, Dr. Kennedy’s brother, dies. Dr. Kennedy learns after his death that George, who had long resisted the Gospel, was led to Christ on his death bed by a young hospital chaplain.
1984 – Truths That Transform, Dr. Kennedy’s daily radio program begins.
November 24, 1985 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 25th anniversary.
1988 - With Evangelism Explosion in only 66 nations, Dr. Kennedy challenged the organization’ s vice presidents to take the lay-evangelism training program to every nation by 1995.
March 14, 1989 – The Session of Coral Ridge Presbyterian Church establishes Knox Theological Seminary and appoints Dr. Kennedy Chancellor.
March 30-April 1, 1990 – Coral Ridge Church marks its 30th Anniversary during a “Celebrate the Dream” weekend celebration.
September 1990 – Knox Theological Seminary begins classes to train pastors and laymen in a graduate school of theology.
1992 – The Kennedy Commentary, a daily 90-second radio commentary, is launched.
May 21, 1994 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates Dr. Kennedy’s 35th year in Gospel ministry.
September 14, 1995 – Dr. Kennedy dedicates the D. James Kennedy Center for Christian Statesmanship in Washington, D.C.
February 23, 1996 – Evangelism Explosion International becomes the first Christian organization in history to establish its ministry in all 211 nations of the world.
1998 – Dr. Kennedy reaches the long-sought goal of giving back to the church 100 percent of all of the salary he had earned at the church since he arrived in 1959.
-->
March 7, 1999 – Coral Ridge Presbyterian Church celebrates its 40th anniversary.
June 10, 2000 – Daughter Jennifer marries Charles E. “Chip” Cassidy in Dana Point, California.
December 2000 – Along with Dean Jones, Dr. Kennedy co-hosts Who Is This Jesus, a one-hour documentary viewed by some 12 million people nationwide.
April 21, 2004 – Dr. Kennedy named one of the “Greatest Intellectuals of the 21st Century” by the International Biographical Centre of Cambridge, England.
May 2004 – Launch of new, nationwide ministry, the Creation Studies Institute.
-->
February 15, 2005 – Dr. Kennedy is inducted into the National Religious Broadcasters Hall of Fame.
October 2005 – After Hurricane Wilma rips off the church roof and drenches the sanctuary, Dr. Kennedy encourages the congregation, telling them this is “our finest hour.”
December 9, 2005 – Dr. Kennedy is feted at a surprise 75th birthday celebration.
August 25, 2006 – Dr. and Mrs. Kennedy celebrate 50 years of marriage.
2006 – Nearly five million people profess faith in Jesus Christ through Evangelism Explosion.
September 5, 2007 - Dr Kennedy enters into the presence of God in Heaven.
Tuesday, September 4, 2007
Perenungan: Seputar fenomena fundamentalisme radikalisme agama, pluralisme agama: Kristen & agama2 kepercayaan.
Barangkali perenungan saya ini bisa juga menjadi perenungan kita bersama.
Perenungan terhadap Kristen.
Syahdan, semakin fundamentalis dan radikal seorang kristen umat kristen kristiani, maka yang bersangkutan akan semakin berakar dalam kasih. Kasih yang jujur dan tulus. Mengasihi sesama tanpa reserved. Mengasihi dan mengampuni musuh, yang berseberangan dalam pemikiran, doktrin, karakter, selera dan tabiat. Semakin rendah hati, tidak sombong dan tidak arogan, penuh dengan buah2 Roh.Mau berbagi, belajar menyangkal diri, tidak egois. Mencintai kejujuran, menjunjung etika, menolak tujuan menghalalkan cara. Di sisi lain fundamental dan radikalnya seorang kristen umat kristen, wawasan pengetahuan worldview pengalamannya dan kasihnya terus ditambahkan. Kasih pada saudara, kasih kepada semua orang (komunitas, anak bangsa dan bangsa2). Kasih kepada golongan yang dianggap marjinal (anak2, kaum perempuan, orang miskin, kaum tertindas tertawan, tercecer dan minoritas marjinal dll). Menjadi kristen yang semakin comprehensive, berwawasan berhikmat dan bijaksana dalam mengambil pilihan dan keputusan tindakan. Dapat membedakan mana porsi negara (state), mana porsi masyarakat (society); mana porsi agama (religion) dan mana porsi kebudayaan & bangsa (culture, nation). Dapat menerima dengan kasih dan berimbang, pluralisme agama2 tanpa menafikan keunikan kristen, keunikan Kristus, tanpa maksud dibentur2kan menjadi suatu pertentangan, kebencian dan kecemburuan.
Kesimpulannya: Semakin fundamentalis dan radikalis seorang kristen umat kristen kristiani, maka semakin baik dan sejahtera keluarganya, seluruh komunitas dan bangsanya. Sebaliknya, bila menjadi kristen tidak fundamentalis radikalis alias "nanggung2", semakin moderat bahkan semakin liberal, maka kasih menjadi kompromi terhadap kebenaran. Kasih agape tergerus menjadi kasih persaudaraan biasa (filia, storgi). Sikap menjadi "pluralisme" menyatakan bahwa semua agama sama saja. Sama2 baik dan benar. Banyak jalan ke Roma. Kasih agape niscaya menjadi pudar, berkurang. Kasih niscaya menjadi dingin. Sepertinya penuh cinta kemanusiaan, namun di sisi lain bisa terjadi sebaliknya semakin tidak peduli dengan orang di sekitar. Kreativitaspun dapat menjadi semakin bablas. Bebal. Yang ada kesombongan, aroganisme, dominasi barbar, "dunia serasa hanya miliknya sendiri", haus perang, pertengkaran, manifestasi "perbuatan2 daging", egoisme, individualisme, mementingkan hanya pribadi/keluarga/ golongan sendiri dan kehidupan berciri hedonisme, meniscayakan tindakan bumi hangus. Menghalalkan segala cara, cara kejahatan kecurangan teror violence sekalipun untuk menggapai tujuan.
Perenungan terhadap agama mayoritas. Di sisi lain. Di luar pemercaya kristen di mana Alkitab sebagai basic, sebut contoh agama mayoritas. Semakin fundamentalis dan radikal seorang penganut umat penganut agama mayoritas ini, maka yang terjadi adalah sikap yang melegalkan kekerasan. Tindakan tanpa kasih, terutama kepada kaum yang tidak sekepercayaan seagama dengan mereka; kalaupn ada kasih, hanya untuk pribadi/keluarga/ golongannya saja. Demi tujuan di "jalan Allah" semua cara boleh dihalalkan, berbohong sekalipun. Membalas musuh, baik musuh doktrin, prinsip, selera, karakter dan tabiat, membalas nyawa ganti nyawa, darah ganti daerah, kekerasan barbar ganti kekerasan barbar. Tindakan bumi hangus.
Wawasan tidak dikembangkan, yang terjadi indoktrinasi, tidak semakin comprehensive. Semakin bersikap mengawasi mencurigai pengetahuan yang adalah sumber hikmat. Mengawasi mecurigai ilmu kebijaksanaan, mencurigai sains. Semakin sama sekali tidak dapat membedakan mana porsi negara (state), mana porsi masyarakat (society), mana porsi agama (religion) dan mana porsi kebudayaan dan bangsa (culture, nation). Yang ada adalah menjadi sama2 sombong, "gila" nekat dan arogan, bertindak barbar, menyebar fitnah, provokasi dan teror, haus perang, menjadi "beringas" memancing pertikaian dan pertengkaran, manifestasi "perbuatan2 daging", egoisme, individualisme, "golonganisme" mementingkan diri sendiri/kelompok/ golongan dan kaum sendiri. Nampak luar seperti anti kemaksiatan, memerangi kemaksiatan dan kebatilan, meniscayakan tindakan bumi hangus. Namun secara ke dalam justru hidup "munafik"; hidup dalam kemaksiatan dan hedonisme "terselubung" untuk kalangan sendiri; yang dijustifikasi dan diformalisasi melalui pembenaran2 agama di tengah sempitnya wawasan pengetahuan dan akses informasi umat, kebodohan umat yang "sengaja" diciptakan melalui pola indoktrinasi. Masih sangat sulit menerima keragaman (diversity), pluralisme. Masih sangat ekstrim menerima agama mayoritas 100% unik, keragaman 0%. Karena alasannya agama dengan jumlah penduduk terbesar, mayoritas, terbesar di dunia!
Kesimpulannya: semakin fundamentalis dan radikal seorang umat penganut agama mayoritas ini, maka semakin "tidak berperasaan" , semakin berbahaya bagi kesatuan keharmonisan dan kesejahteraan keluarga, seluruh komunitas dan bangsa. Sebaliknya, bila seorang penganut umat penganut agama mayoritas ini menjadi lebih moderat bahkan lebih liberal, maka akan semakin luas dan comprehensive wawasan worldview pengetahuan akses informasinya yang dimiliki. Semakin toleran, semakin peduli orang lain. Mau berbagi. Ada tumbuh rasa kebersamaan. Memahami eksistensi kepercayaan, doktrin lain. Meski berbeda doktrin, apologet, namun tidak dendam dan tidak barbar. Lebih kooperatif dan mau bekerjasama membangun komunitas, membangun bangsa. Namun, sikap pluralisme bahwa agama dan kepercayaan di mana2 sama, niscaya muncul. Agama mayoritas sama saja dengan agama2 dan kepercayaan lainnya.
Perenungan terhadap agama kepercayaan lain: Budha, Hindu...Di sisi lain lagi. Bagaimana dengan fenomena yang ada di agama lain, di luar kepercayaan kristen dan agama mayoritas, terutama agama2 Timur? Ambil contoh saja Hindu, Budha, Kejawen atau Kebatinan? Semakin fundamentalis dan radikal seorang penganut umat penganut agama-agama dan kepercayaan ini, sama saja dengan agama mayoritas. Diberi tempat mendominasi, maka tidak membiarkan barang sejengkal pun kepercayaan agama lain untuk bertumbuh. Kekerasan demi "ajeg agama", kejayaan agama adalah jamak.
Namun ini fenomenanya bila terjadi sebaliknya. Bila semakin moderat bahkan liberalis penganut umat penganut agama2 ini, maka yang terjadi adalah semakin "pluralisme" dalam sikap dan pemahaman agama mereka. Bahwa agama dan kepercayaan di mana2 sama saja. Mau Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, Kejawen, Kebatinan, itu sama saja. Semua mengajarkan umat masing2 untuk ke Sorga. Banyak jalan ke Roma. Banyak jalan ke Yogya, ke Kuta. Bahkan sebaliknya semakin "awam" penganut umat penganut agama kepercayaan ini, maka semakin "tidak tau apa-apa". "Kosong". Ikut saja kemana angin berhembus. Menjadi pasif tanpa kata tanpa ide tanpa gagasan, menerima saja kenyataan pluralisme agama tanpa reserved, tanpa sikap kritis.
Bagaimana menurut kajian dan perenungan anda?
Salam,
Hans Midas Simanjuntak (HMS) (:
Perenungan terhadap Kristen.
Syahdan, semakin fundamentalis dan radikal seorang kristen umat kristen kristiani, maka yang bersangkutan akan semakin berakar dalam kasih. Kasih yang jujur dan tulus. Mengasihi sesama tanpa reserved. Mengasihi dan mengampuni musuh, yang berseberangan dalam pemikiran, doktrin, karakter, selera dan tabiat. Semakin rendah hati, tidak sombong dan tidak arogan, penuh dengan buah2 Roh.Mau berbagi, belajar menyangkal diri, tidak egois. Mencintai kejujuran, menjunjung etika, menolak tujuan menghalalkan cara. Di sisi lain fundamental dan radikalnya seorang kristen umat kristen, wawasan pengetahuan worldview pengalamannya dan kasihnya terus ditambahkan. Kasih pada saudara, kasih kepada semua orang (komunitas, anak bangsa dan bangsa2). Kasih kepada golongan yang dianggap marjinal (anak2, kaum perempuan, orang miskin, kaum tertindas tertawan, tercecer dan minoritas marjinal dll). Menjadi kristen yang semakin comprehensive, berwawasan berhikmat dan bijaksana dalam mengambil pilihan dan keputusan tindakan. Dapat membedakan mana porsi negara (state), mana porsi masyarakat (society); mana porsi agama (religion) dan mana porsi kebudayaan & bangsa (culture, nation). Dapat menerima dengan kasih dan berimbang, pluralisme agama2 tanpa menafikan keunikan kristen, keunikan Kristus, tanpa maksud dibentur2kan menjadi suatu pertentangan, kebencian dan kecemburuan.
Kesimpulannya: Semakin fundamentalis dan radikalis seorang kristen umat kristen kristiani, maka semakin baik dan sejahtera keluarganya, seluruh komunitas dan bangsanya. Sebaliknya, bila menjadi kristen tidak fundamentalis radikalis alias "nanggung2", semakin moderat bahkan semakin liberal, maka kasih menjadi kompromi terhadap kebenaran. Kasih agape tergerus menjadi kasih persaudaraan biasa (filia, storgi). Sikap menjadi "pluralisme" menyatakan bahwa semua agama sama saja. Sama2 baik dan benar. Banyak jalan ke Roma. Kasih agape niscaya menjadi pudar, berkurang. Kasih niscaya menjadi dingin. Sepertinya penuh cinta kemanusiaan, namun di sisi lain bisa terjadi sebaliknya semakin tidak peduli dengan orang di sekitar. Kreativitaspun dapat menjadi semakin bablas. Bebal. Yang ada kesombongan, aroganisme, dominasi barbar, "dunia serasa hanya miliknya sendiri", haus perang, pertengkaran, manifestasi "perbuatan2 daging", egoisme, individualisme, mementingkan hanya pribadi/keluarga/ golongan sendiri dan kehidupan berciri hedonisme, meniscayakan tindakan bumi hangus. Menghalalkan segala cara, cara kejahatan kecurangan teror violence sekalipun untuk menggapai tujuan.
Perenungan terhadap agama mayoritas. Di sisi lain. Di luar pemercaya kristen di mana Alkitab sebagai basic, sebut contoh agama mayoritas. Semakin fundamentalis dan radikal seorang penganut umat penganut agama mayoritas ini, maka yang terjadi adalah sikap yang melegalkan kekerasan. Tindakan tanpa kasih, terutama kepada kaum yang tidak sekepercayaan seagama dengan mereka; kalaupn ada kasih, hanya untuk pribadi/keluarga/ golongannya saja. Demi tujuan di "jalan Allah" semua cara boleh dihalalkan, berbohong sekalipun. Membalas musuh, baik musuh doktrin, prinsip, selera, karakter dan tabiat, membalas nyawa ganti nyawa, darah ganti daerah, kekerasan barbar ganti kekerasan barbar. Tindakan bumi hangus.
Wawasan tidak dikembangkan, yang terjadi indoktrinasi, tidak semakin comprehensive. Semakin bersikap mengawasi mencurigai pengetahuan yang adalah sumber hikmat. Mengawasi mecurigai ilmu kebijaksanaan, mencurigai sains. Semakin sama sekali tidak dapat membedakan mana porsi negara (state), mana porsi masyarakat (society), mana porsi agama (religion) dan mana porsi kebudayaan dan bangsa (culture, nation). Yang ada adalah menjadi sama2 sombong, "gila" nekat dan arogan, bertindak barbar, menyebar fitnah, provokasi dan teror, haus perang, menjadi "beringas" memancing pertikaian dan pertengkaran, manifestasi "perbuatan2 daging", egoisme, individualisme, "golonganisme" mementingkan diri sendiri/kelompok/ golongan dan kaum sendiri. Nampak luar seperti anti kemaksiatan, memerangi kemaksiatan dan kebatilan, meniscayakan tindakan bumi hangus. Namun secara ke dalam justru hidup "munafik"; hidup dalam kemaksiatan dan hedonisme "terselubung" untuk kalangan sendiri; yang dijustifikasi dan diformalisasi melalui pembenaran2 agama di tengah sempitnya wawasan pengetahuan dan akses informasi umat, kebodohan umat yang "sengaja" diciptakan melalui pola indoktrinasi. Masih sangat sulit menerima keragaman (diversity), pluralisme. Masih sangat ekstrim menerima agama mayoritas 100% unik, keragaman 0%. Karena alasannya agama dengan jumlah penduduk terbesar, mayoritas, terbesar di dunia!
Kesimpulannya: semakin fundamentalis dan radikal seorang umat penganut agama mayoritas ini, maka semakin "tidak berperasaan" , semakin berbahaya bagi kesatuan keharmonisan dan kesejahteraan keluarga, seluruh komunitas dan bangsa. Sebaliknya, bila seorang penganut umat penganut agama mayoritas ini menjadi lebih moderat bahkan lebih liberal, maka akan semakin luas dan comprehensive wawasan worldview pengetahuan akses informasinya yang dimiliki. Semakin toleran, semakin peduli orang lain. Mau berbagi. Ada tumbuh rasa kebersamaan. Memahami eksistensi kepercayaan, doktrin lain. Meski berbeda doktrin, apologet, namun tidak dendam dan tidak barbar. Lebih kooperatif dan mau bekerjasama membangun komunitas, membangun bangsa. Namun, sikap pluralisme bahwa agama dan kepercayaan di mana2 sama, niscaya muncul. Agama mayoritas sama saja dengan agama2 dan kepercayaan lainnya.
Perenungan terhadap agama kepercayaan lain: Budha, Hindu...Di sisi lain lagi. Bagaimana dengan fenomena yang ada di agama lain, di luar kepercayaan kristen dan agama mayoritas, terutama agama2 Timur? Ambil contoh saja Hindu, Budha, Kejawen atau Kebatinan? Semakin fundamentalis dan radikal seorang penganut umat penganut agama-agama dan kepercayaan ini, sama saja dengan agama mayoritas. Diberi tempat mendominasi, maka tidak membiarkan barang sejengkal pun kepercayaan agama lain untuk bertumbuh. Kekerasan demi "ajeg agama", kejayaan agama adalah jamak.
Namun ini fenomenanya bila terjadi sebaliknya. Bila semakin moderat bahkan liberalis penganut umat penganut agama2 ini, maka yang terjadi adalah semakin "pluralisme" dalam sikap dan pemahaman agama mereka. Bahwa agama dan kepercayaan di mana2 sama saja. Mau Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, Kejawen, Kebatinan, itu sama saja. Semua mengajarkan umat masing2 untuk ke Sorga. Banyak jalan ke Roma. Banyak jalan ke Yogya, ke Kuta. Bahkan sebaliknya semakin "awam" penganut umat penganut agama kepercayaan ini, maka semakin "tidak tau apa-apa". "Kosong". Ikut saja kemana angin berhembus. Menjadi pasif tanpa kata tanpa ide tanpa gagasan, menerima saja kenyataan pluralisme agama tanpa reserved, tanpa sikap kritis.
Bagaimana menurut kajian dan perenungan anda?
Salam,
Hans Midas Simanjuntak (HMS) (:
Subscribe to:
Posts (Atom)